Terbukti: Wasiat Mas Imam Pada Mas Madji

Kang Mas RM Imam Koesoepangat mesu budi (tirakat atau laku ikhtiar), melakukan puasa selama 7 (tujuh) hari tujuh malam di dalam kamar. Cintanya pada SH Terate mendorong Mas Imam meninggalkan kesenangan pribadi dan gemar melakukan tirakatan. Patut dicatat pula, sepanjang hidup Mas Imam, panggilan RM Imam Keosoepangat, tidak berkeluarga. Alasannya, beliau ingin intens mengurus SH Terate. Beliau khawatir, jika berkeluarga, perhatiannya pada SH Terate akan terbagi. Tapi Mas Imam berpesan pada Keluarga Besar SH Terate, jangan sekali-kali meniru jalan hidupnya. Karena, jalan hidup masing-masing orang itu berbeda. Sesuai kodrat irama-Nya.

Sebelum masuk ke dalam kamar, Mas Imam meminta Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE menjaga di depan pintu. Setidaknya, sering niliki (mengecek). Beliau berpesan, kalau di hari ke-7 (tujuh) tidak keluar, Mas Madji diminta mendobrak pintu kamar dan masuk ke dalam.

Seperti pesan Mas Imam, saban hari Mas Madji, panggilan Mas Tarmadji, datang ke Pavilun Kabupaten Madiun, tempat kediaman Mas Imam, saat itu. Jarak antara Paviliun dan rumah Mas Madji memang cukup dekat. Hanya sekitar 700 meter. Jadi, beliau cukup berjalan kaki sekitar lima sampai sepuluh menit, sudah sampai Paviliun. Kedekatan jarak tempat tinggal Mas Imam dan Mas Madji ini, menjadikan keduanya bergaul cukup akrab, sekalipun usia mereka terpaut agak jauh. Mas Imam lebih tuaan sedikit dibanding Mas Madji, sekitar lima tahunan.

Mas Imam tercatat sebagai pelatih Mas Madji, hingga hubungan mereka pun tidak sekadar hubungan teman atau tetangga, tapi jauh dari itu. Bahkan bisa dibilang, Mas Madji adalah salah satu murid terkasih Mas Imam. Perjalanan Mas Madji menyerap ilmu Setia Hati dengan bimbingan Mas Imam, sudah penulis tulis dalam sejumlah buku yang diterbitkan Yayasan Setia Hati Terate. Salah satunya, berjudul “Guru Sejati”. Buku ini sempat menduduki Best Seller, dengan total copy 12 ribu eks.

Tepat pada hari ake-7, Mas Imam keluar kamar dengan kondisi sempoyongan. Wajahnya pucat dan tubuhnya kurus. Namun Mas Madji melihat, sorot mata Mas Imam saat itu jernih, seakan menghujam dalam ke hatinya. Pelahan Mas Imam berjalan menuju kursi yang ditempatkan di dekat kamar, dimana dia berpuasa. Mas Imam menolak halus saat Mas Madji ingin membantu memapahnya.

“mBoten usah Kid, kula taksih kiat mlampah piyambak, (Tidak udah dibantu Dik, saya masih kuat berjalan sendiri, ” ujarnya dengan suara terbata-bata. Kid merupakan panggilan “prokem” yang sering digunakan warga SH Terate Madiun untuk memanggil sudarannya yang lebih muda. “Kid” asal katanya “Dik”, kata itu dibalik jadi “Kid”. Sedangkan panggilan akrab yang digunakan warga yang usianya lebih muda pada saudara tua, adalah “Sam”. Asal katanya “Mas” dibalik jadi “Sam”.

Setelah duduk agak lama, beliau meminta Mas Madji mencarikan air kunir-asam. Mas Madji paham, pelatihnya itu butuh suplemen untuk memulihkan tenaga.Tak menunggu lama, Mas Madji langsung keluar Paviliun Kabupaten Madiun,(sekarang dijadikan Rumas Dinas Bupati Madiun), mencari minuman kunir asem. Beberapa saat setelah meminum air kunir asam, beliau berkata, “ nJenengan eling eling Dik,njenengan titeni. mBenjing titi wancine SH Teratea geng Dik. Ning kula mboten memoni. Mbenjing sing nemoni Dik Madji. Sing mimpin njih Dik Madji. Ageng Dik, ngluwihi paguron paguron liyane.( Kamu ingat ingat ya Dik. Kamu perhatikan. Besok jika sudah sampai waktunya, SH Terate bakal berkembang pesat menjadi besar. Tapi saya tidak melihat. Besok yang melihat Dik Madji. Yang memimpin juga Dik Madji. SH Terate besar Dik, melebihi perguruan pecak silat lainnya).

Menurut Mas Madji, beliau hanya diam mendengar ungkapan Mas Imam saat itu. Beliau tidak begitu paham apa maksud ungkapan Mas Imam tersebut. “Saat itu, saya hanya berpikir Mas Imam berkata seperti itu hanya untuk membesarkan hati saya,” ujar Mas Madji. Mas Madji merasakan setelah Mas Imam melakukan mesu budi, ada perubahan sikap padanya. Sebab, setelah ritual itu dilaksanakan, hari-hari berikutnya, Mas Madji sering diajak menemani Mas Imam laku tirakat. Banyak lokasi ritual yang dikunjungi. Dari Segara Kidul (Laut Selatan), Harga Dumilah di Puncak G. Lawu hingga ke Gunung Srandil.

Terkait laku ritual Mas Imam ini, Mas Madji menegaskan, laku tirakat atau tapa brata yang dilakukan RM Imam Koesoepangat, lebih ditikberatkan pada laku pribadi, sebagai pengayaan keilmuan pribadi Mas Imam sendiri. Beliau tidak pernah sekalipun memerintahkan Mas Madji untuk mengikuti jejaknya. Mas Imam juga tidak pernah memasukkan segala laku mesu budinya itu, tirakatnya itu ke kurikulum pelajaran di SH Terate.

Tiga belas tahun kemudian, wasiat Mas Imam itu menjadi kenyataan. Terbukti, sejak Tahun 1981, melalui Musyawarah Besar (Mubes) Persaudaraan Setia Hati Terate yang digelar di Pusat Madiun, Kang Mas KRH.H.Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE, terpilih menjadi Ketua Umum. Benar juga, sepanjang hidup, Mas Madji mengawal perkembang Persaudaraan SH Terate dan berhasil mengembangkan sayap organisasi. Tercatat, saat Kang Mas RM Imam Koesoepangat wafat, SH Terate baru memiliki sekitar 64 cabang. Sepanjang Mas Madji memimpin organisasi, sejak Tahun 1981 hingga 2015, perkembangan Cabang SH Terate cukup pesat, hingga mencapai 200 Cabang, tersebar di seluruh Tanah Air dan Manca Negara. Kang Mas Tarmadji pula, tokoh yang mencanangkan SH Terate, Go International dan menelorkan gagasan menjadikan Bumi Madiun sebagai Kampung Pesilat. (acs)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa dan Wasiat untuk Warga Baru SH Terate

Sekadar Syarat Bentuk Lahir

Menelaah Mukadimah SH Terate