Menelaah Mukadimah SH Terate

Pembaca setia yang dicintai Allah. Tulisan ini sudah kami update lebih lengkap lagi pada edisi mutakhir dan telah kami posting secara bersambung dalam sebelas bagian tulisan. Silakan ikuti telaah ini di http://shteratecantrik.blogspot.com/2024/08/pencak-silat-tataran-raga-paling-dasar.html Atau masuk ke link http://shteratecantrik.blogspot.com. Semoga bermanfaat (andi casiyem sudin).

Bahwa sesungguhnya hakekat hidup ini berkembang menurut kodrat iramanya masing-masing, menuju kesempurnaan. Demikianpun kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, hendak menuju ke-keabadian kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada, melalui tingkat ke tingkat, namun tidak semua insan menyadari bahwa yang dikejar-kejar itu telah tersimpan menyelenap dilubuk hari sanubarinya.

Mencermati mukadimah atau preambole SH Terate, sesungguhnya kita dibawa pada satu permenungan hakikat hidup manusia seutuhnya. Manusia yang tidak hanya, terjebak pada konteks material. Tapi juga immaterial, Dalam bahasa yang lebih sederhana, sosok manusia secara lahiriyah, dan batiniah.

Sejenak mari kita hayati, dalam mukadimah SH Terate alenia pertama, setelah kita diajak merenungu makna keberadaan diri bahwa sesungguhnya hakekat hidup ini berkembang menurut kodrat iramanya masing-masing, menuju kesempurnaan, kita dihadapkan pada misteri azali, berupa tujuan akhir laku dalam kehidupan ini. Yakni, hendak menuju ke keabadian kembali kepada Causa Prima”. Dzat yang berwenang atas hukum timbal balik. Yang Awal dan Yang Akhir.

Pendekatan reliagius, Dzat ini lebih dikenal dengan sebutan Allah, Tuhan, Sang Hyang Wenang, atau juga Kang Murbeng Dumadi.

Melihat konteksnya, jelas apa yang ingin dicapai ilmu Seti Hati, adalah kesadaran luhur, melalui sebuah menyikapan prilaku hidup atau lebih dikenal sebagai budi. Makanya dalam penjabaran keilmuan, kata luhur dan budi ini dijadikan sebuah tujuan SH Terate. Yaitu, membentuk manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam jalinan persaudaraan kekal abadi.

Alenia pertama, preambole atau pembaukaan AD ART Setia Hati Terate, sesungguhnya menggiring kesadaran kita pada pemahaman tentang hakikat hidup. Semuanya itu secara alami berkembang menurut kodrat iramanya masing-masing menuju pada kesempurnaan. Manusia lebih komplit dan lebih unik lagi. Karena di dalamnya ada jiwa ada rasa.

Kita diajak mengenal diri sendiri sebaik-baiknya. Kalau sudah mengenal diri sendiri, akan mengenal Tuhan. Melalui perenungan. Apa yang ditangkap dengan mata, telinga, hati, dierenungkan, difikirkan, untuk mendapatkan pemahaman dan kesadaran di dalamnya.

Manusia, dengan melihat kepada diri sendiri baik phisik atau segala yang berada pada dirinya. Misalnya,, kita bisa bergerak, melilhat, mendengar, berfikir, menganalisa dan merasakan, terus timbul suatu keyakinan. Ini aneh bin unik. Satu sosok makhluk yang bisa berbuat seperti.
Jika kita mau merenunginya, akan muncul sebuah pertanyaan, siapa sebenarnya yang mampu menciptakan makhluk seperti itu. Pertanyaan itu, akan sampai pada sebuah jawaban, pasti yang menciptakan sebuah Dazat yang Maha Luar Biasa. Kemudian, kita lantas menyebutnya sebagai Tuhan, melalui orang tua masing-masing. Ini, antara lain penjabaran ringkas alenia pertama dan kedua.

Sesungguhnya titik tolak apa yang menjadi semua aktivitas manusia, berasal dari hati. Karena kita dipengaruhi suasana, situasi dan kondisi di lingkungan, maka kita jadi bingung. Sebenarnya apa yang hendak kita capai ketika hidup di bumi ini. Dalam hal ini, SH Terate mengajarkan, jika kita berhadapan pada kebingungan esensil seperti ini, hendaknya kembali kepada diri. Dengan jalan bagaimana? Mencoba, menyibak darimana niat tujuan mulia itu bermula. Yakni, menyibak tabir/tirai selubung hati nurani dimana “Sang Mutiara Hidup” bertahta.

Tabir yang dimaksud, atau hijab itu ada karena ada keinginan nafsu yang tak terkendali. Yang mengakibatkan hati tidak bersih. Kenapa, karena dalam mengejar sesuatu, secara tidak sadar nafsu kita saling berlomba. Tinggal siapa nanti yang berhasil menang. Karena yang bicata nafsu, maka tujuan yang dicapai, “menuju kesempurnaan” sebagai mana tertulis pada alenia pertama, jadi kabur. Kita lupa, tujuan akhir kita sesunggungnya adalah hendak menuju ke keabadian kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada.

Alenia kedua berbunyi: Bahwa Setia Hati sadar dan mengakui hakiki itu dan akan mengajak serta para warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani di mana Sang Mutiara Hidup Bertahta.

Dari alenia kedua ini, kita bisa mengambil menafsiran sementara, bahwa ilmu Setia Hati itu, merupakan sebuah ilmu yang ditularkan dan diyakini secara pribadi, person. Konteknya, adalah hati, rasa. Sebab, apa yang hendak ditularkan ini adalah sebuah ilmu ghaib, yang hanya bisa diterima oleh rasa, hati, sanubari atau juga nurani.

Jika kontek ini diarahkan pada lambang SH Terate, maka sesungguhnya bukan hatinya yang bersinar. Tapi hati yang suci, bersih, tak ternoda itulah yang mampu memantulkan sinar kasih. Sinar timbal balik

Yakni, bias sinar yang bisa melihat segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan jelas. Baik yang tersirat maupun yang tersurat. Seperti bisa membedakan mana yang benar dan salah. Atau kata yang lebih ringkas adalah merima kesadaran. Jika sudah pada tingkat itu. Kita bisa menyebut, orang bisa menemukan keasadaran tersebut adalah orang yang mendapatkan hidayah. Atau orang yang mendapatkan pencerahan.

Mencapai itu semua, SH Terate, memberi pelajaran di tingkat pertama adalah melalui pencak silat. Atau berlatih pencak silat. Pencak silat di sini, sebagai awal pembuka ilmu, mengarah kepada pembentukan kepribadian Setia Hati. Kata lain, yang dibentuk dulu adalah raganya.Jasadnya. Wadahnya. Tujuannya, agar wadah atau raga yang dibentuk jadi sosok wadah berkualitas. Kuat, kokoh dan tidak ringkih. Istilah paling popular adalah mensana in coorpore sano (dalam raga yang kuat tersebunyi jiwa yang kuat).

Selain itu di dalam pelajaran pencak silat ada target-target yang akan dicapai. Antara lain, niat yang kuat, keberanian, disiplin dan kebersamaan. Sisi lain yang hendak diformat adalah olah akal, instropeksi, ngemong dan wani ngalah.

Target pembentukan kepribadian ini dicapai dengan sistem pembelajaran melalui tingkat ke tingkat atau grade. Misalnya, kebersamaan atau penekanan persaudaraan atau rasa kekeluargaan diberikan pada tingkat polos. Kemudian, olah akal diberikan pada tingkat jambon. Makanya, jurusnya juga sudah diwarnai jurus ales atau hindaran. Instropeksi diberikan pada tataran tingkat hijau, dan ngemong atau merendahkan diri dikembangkan di tingkat putih.

Dari pelajaran ini, diharapkan akan menumbuhkan sifat atau watak berani (kendel), disiplin, jiwa sosial, cerdas, instropeksi, bijaksana dan sifat ngemong. Arahnya, mampu mendukung pencapaian pembangunan mental pribadi.

Kalimat selanjutnya, berintikan seni olah raga yang mengandung unsu-unsur pembelaan diri untuk mempertahankan kehoramatan, keselamatan dan kebahagiaan serta kebenaran terhadap setiap penyerang.

Sampai pada alenia ini, pemahaman kita harus cermat. Sebab, pencak silat di dalamnya terdapat seni olah raga yang mengandung unsure pembelaan diri. Selain berunsur pembelaan diri, pencak silat juga menganduk daya perusak. Daya serang cukup dahsyat. Kerena itu, SH Terate perlu mengendalikan warganya pada sebuah keadaran, bahwa pencak silat yang diajarkan itu bertitik tolak pada upaya pembelaan diri. Bukan untuk keperluan menyerang.

Pembaca setia yang dikasihi Allah. Tulisan ini sudah kami update dan kami turunkan kembali dalam edisi yang lebih lengkap secara bersambung dalam beberapa bagian. Silakan ikuti penafsiran Mukadimah SH Terate di link berikut ini:

http://shteratecantrik.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa dan Wasiat untuk Warga Baru SH Terate

Sekadar Syarat Bentuk Lahir