Musuh Terbesar Umat Manusia

Musuh Terbesar Umat Manusia

(Telaah Mukadimah SH Terate - Bagian 7)

Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan pengertian pencak silat dan kandungan filosofi yang ada di dalamnya. Pencak silat juga tidak bisa hanya dilihat dari sisi tektual, akan tetapi harus pula dilihat secara kontekstual. Baca kembali kajian pencak silat melalui link http://shteratecantrik.blogspot.com/2024/08/hakikat-pencak-silat-ajaran.html

Pada kajian kali ini, akan dipaparkan telaah Mukadimah SH Terate kalimat ke tujuh (7). Paparan ini lebih banyak mengupas tentang musuh terbesar umat manusia dan bagaimana cara menanggulanginya. Semoga bermanfaat. (andi casiyem sudin)

7. Alinea keempat Mukadimah SH Terate kalimat ketujuh (7) berbunyi: Dalam pada itu SETIA HATI sadar dan yakin bahwa sebab utama dari segala rintangan dan malapetaka serta lawan dari kebenaran hidup yang sesungguhnya bukanlah insan, makhluk atau kekuatan yang diluar dirinya,

Sesungguhnya, ajaran SH Terate tidak mengenal “kambing hitam” (orang yang tidak bersalah dipersalahkan, atau dituding menjadi biang malapetaka). Konsepsi dasar pendidikan SH Terate dari tataran paling awal hingga akhir adalah mendidik jiwa sesorang untuk bersikap ksatria. Berani mengatakan yang benar adalah benar dan berusaha membela dan memperjuangkannya, yang salah adalah salah dan berusaha melawannya, menghindarinya, memperbaikinya, dan ridlo untuk memaafkannya (gung samodra pangaksami).

Sebab, menurut Kang Mas Soetomo Mangkoedjojo dan Kang Mas Darsono, SH Terate sadar dan meyakini, pada hakikatnya segala rintangan dan malapetaka hidup serta lawan kebernaran itu bukanlah insan atau makhluk dan sesuatu yang di luar pribadi manusia, melainkan bersarang di tiap tiap pribadi manusia, dan merupakan tabir kegelapan dari hati nurani manusia. Justru itu, pencak dan silat hanyalah suatu syarat, cara atau media untuk mempertebal kepercayaan pada diri sendiri dan mengenal diri pribadi (paparannya akan dijelaskan pada bab bab selanjutnya).

Sebagaimana telah dijelaskan panjang lebar di atas, bahwa musuh terbesar umat manusia adalah hawa nafsunya sendiri. Yaitu, musuh dalam bentuk nafsu amarah, nafsu lawwamah, dan nafsu supiah (mulhamah). Nafsu-nafsu tersebut berpontensi melahirkan akhlak tercela jika tidak dikendalikan. Seperti : akhlak hewani, banyak makan, minum, tidur dan senda gurau kelewat batas. Kemudian akhlak binatang buas, seperti marah, mengumpat, memukul dan bertindak semena-mena. Akhlak tercela lainnya, adalah akhlak setan, seperti : sombong, ujub, iri, dengki dan berbagai akhlak tercela lain yang merusak jasmani dan rokhani.

Jika hati itu diibaratkan sebagai cermin, maka cara menghilangkan noda kotoran yang melekat di atasnya tidak ada lain, kecuali dengan jalan membersihkannya. Piranti pembersih yang dijadikan alat adalah; tauhid (mendekatkan diri pada Allah, bertobat atas dosa dan kesalahan, memperbanyak dzikir, instropeksi dan mawas diri), ilmu (mempelajari, memahami, mengamalkan), amal (lahir dan batin, wong Jawa memberi istilah beramal dengan banda, bahu, dhadha) dan perbanyak mesu budi (tirakat, uzlah, riadhoh) baik lahir maupun batin. Dengan usaha sedemikian itu, noda hitam yang menempel di cermin hati, diharap sedikit demi sedikit terhapus, sehingga cahaya kebenaran dan cinta kasih Allah bisa tertangkap jelas bahkan bisa membias ke luar, dalam bentuk berkas cahaya cinta kasih bagi sesama. Musti dicatat, proses pembersihan hati ini akan lebih membuahkan hasil jika kita secara total berserah diri pada Tuhan, Allah Yang Maha Pengampun dan Penyayang. Karena, sebagai makhluk posisi kita hanya berada pada kawasan ikhtiyar, berusaha dan berharap. Soal hasilnya, Allah yang menentukan.(Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.(QS: At-Takwir (81)-29)

Wajib diyakini, kebenaran dan kebajikan adalah milik Allah semata. Manusia tidak akan bisa memperolehnya tanpa kehendak-Nya. (Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apapun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS:An Nisa (4)-79). Tapi dalam praktiknya, menurut Kang Mas KRH. H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, banyak sekali orang yang merasa paling benar, paling pinter, paling ngerti. Sedikit saja dia menguasai keahlian, sudah kemlithi (sombong), dupeh isa pencak lali unggah-ungguh (lupa sopan santun lantaran merasa bisa pencak), lali marang dalane (lupa muasalnya). Rebut bener, omong ora nganggo waton, lali umpan papan (berdebat tentang kebenaran, berbicara tanda dasar dan lupa diri). Padahal, anggapan benar menurut manusia, belum tentu benar di mata Allah. Apa yang kita anggap baik, belum tentu baik di mata Allah. Tapi sebaliknya, jika kebenaran itu datangnya dari Allah, pasti haq dan akan membawa manfaat bagi umat.

Karena itu, SH Terate mendidik warganya, bukan untuk menjadi seorang yang merasa paling benar, paling pinter, tapi didikan kita adalah mendidik manusia berbudi luhur tahu benar dan salah. Manusia yang bisa memilah dan memilih, mana yang haq dan yang batil, sehingga tidak salah arah. Apalagi mencari cari kesalahan orang lain, itu pantangan. Kita harus berani mengakui kesalahan dan berani bertanggung jawab atasnya. Kita harus berani ngundhuh wohing pakarti, menyadari bahwa musibah apa pun yang menimpa kita, adalah buah dari perilaku sendiri. Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak dari kesalahan-kesalahanmu. (QS: Asy Syura (42)-30)

Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud) padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada perang Badar) kamu berkata “Dari mana datangnya kekalahan ini? Katakanlah, “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS: Ali Imron (3)-165).

Bagaimana jika musibah itu benar-benar menimpa diri kita? Mas Madji membagi musibah yang menimpa seseorang menjadi dua. Pertama, musibah yang oleh Allah memang sengaja ditimpakan kepada kita, sebagai ujian. Seringkali ujian ini diwujudkan Allah dalam bentuk sesuatu yang menyenangkan (dilulu – bhs: Jawa), padahal sesuatu yang menyenangkan itu, sejatinya jebakan. Sebut, misalnya jabatan, pangkat, derajat keduniawian. Manusia, siapapun pasti suka jika mendapat jabatan. Bahkan, tidak jarang sengaja memburu dan berebut mendudukinya, tak peduli lewat jalan mana dan dengan cara bagaimana. Padahal di balik jabatan tersebut, terdapat perangkap halus berupa amanah, yang jika kita khilaf akan mendatangkan musibah besar dan kesengsaraan tak berkesudahan. Akan tetapi jika kita bisa lulus, jabatan itu memang diberikan berdasarkan konsep The righman on the right place, bukan kita yang memintanya, kemudian mampu mengemban amanah dengan baik dan benar, Allah akan mengangkat derajat kita lebih jauh di atas nilai jabatan tersebut. (Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk kami menguji mereka, siapakah di ataranya yang terbaik perbuatannya.(QS: Al-Kahfi (18-7). Kedua ngunduh wohing pakarti (musibah yang menimpa seseorang sebagai buah dari perilakunya sendiri). Contoh paling gampang, tugas utama seorang siswa adalah belajar. Kewajibannya, saban hari masuk sekolah, absen, mengikuti pelajaran, mengerjakan tugas, patuh dan disiplin serta menghargai guru, dan segala sesuatu yang terkait dengan konteks belajar mengajar. Pertanyaannya, apa yang akan terjadi jika seorang pelajar melupakan tugas utama dan kewajibannya? Misalnya, tidak pernah masuk sekolah, sering membolos, tidak menghargai guru dan melakukan hal-hal negatif lain yang berlawanan dengan adabiyah seorang siswa. Tentu, siswa berperilaku negatif seperti ini, bisa jadi tidak lulus saat ujian akhir. Atau bisa juga dikeluarkan dari sekolah.

Jika kita mendapati satu di antara kedua musibah itu, atau mungkin malah kedua duanya, Mas Madji memberi saran agar segera instropeksi diri, bertobat, menyesali, mengakui dosa dan kesalahannya, berjanji pada hati nurani tidak akan mengulang berbuatan itu lagi, banyak istigfar, mohon ampun kepada Allah, memformat ulang langkah, bila perlu mengosongkan semua data yang ada di memori kepala. Hingga jadi nol, kosong, balant. “Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang) kecuali atas izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS: At Tagabun (64)-11)”

Setelah itu semua dilakukan, dengan memohon pertolongan dan petunjuk Allah, mencoba bangkit lagi, dan menjadikan musibah yang telah menimpa kita itu sebagai cermin (kaca benggala) instropeksi diri agar jalan kita terarah dan lurus, tidak terperosok ke lobang yang sama. Jangan palingkan diri kita kepada selain Allah. Karena hanya Allah tempat kita bergantung. Yakinlah, tidak ada sesosok makhluk pun yang bisa menolong diri diri, kecuali atas kehendak Allah. (Tunjukkan kami jalan yang benar, yaitu jalannya orang orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yag dimurkai, dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.(QS:Al-Fatihah (1) -6,7)

(andi casiyem sudin-bersambung)

Baca kupasan Mukadimah SH Terate yang kami turunkan secara bersambung di http://shteratecantrik.blogspot.com/2024/08/hakikat-pencak-silat-ajaran.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa dan Wasiat untuk Warga Baru SH Terate

Sekadar Syarat Bentuk Lahir

Menelaah Mukadimah SH Terate