Makna Filosofi Padepokan SH Terate (3)



Makna Filosofi Padepokan SH Terate (3)

(Bagian 3 dari 5 Tulisan)

Seseorang yang mengetahui dirinya, ia akan mengetahui Tuhannya. Seorang yang mengetahui Tuhannya, maka dengan intens ia akan berusaha patuh menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya (takwa). Dimensi langkahnya adalah ibadah, lisannya bermuatan hikmah dan kebijaksanaan, dan hatinya penuh cinta kasih pada sesama. Sebab, keempat nafsunya telah terkendali dan bertajali dalam domain cinta. Allah mencintainya, penduduk bumi dan langit sayang padanya, hingga munajatnya terkabulkan (kang cinipta teka kang sinedya dadi).

Setidaknya, itulah gambaran sosok manusia seutuhnya, insan kamil, sebagaimana telah penulis paparkan dalam tulisan terdahulu. Seorang yang telah mencapai tataran tersebut, dalam terminologi sufisme dikatakan sebagai manusia yang telah menduduki maqam makrifat. Galibnya, manusia yang menduduki maqam makrifat, justru punya kebiasaan yang unik, yaitu suka nylamur (menyembunyikan dirinya). “Ketahuilah, ilmu batin adalah relung rahasiaKu, aku sematkan ilmu itu ke dalam hati hambaKu, dan takkan ada seorangpun yang dapat mengetahuinya kecuali Aku – Hadist Qudsi)

Ciri lain dari seseorang yang sudah menduduki maqam makrifat, ia lebih sering tampil seadanya agar tidak diperhitungkan orang lain. Jika menghadiri undangan acara, dia tidak akan memilih tempat duduk utama yang biasanya ditempatkan di depan, tapi lebih suka berbaur dengan masyarakat biasa.

Menunjukkan karomah pantangan baginya. Sebab ia sadar, karomah lebih dekat pada fitnah dan kesombongan. Apalagi di era transdigitalisasi sekarang ini. Sedikit saja seseorang menunjukkan kebolehan, apalagi kebolehan ilmu ghaib, atau ilmu yang berhubungan dengan batiniyah, berhubungan dengan misteri dunia lain, dalam hitungan hari bahkan jam sudah viral, menjadi buah bibir di media sosial (medsos). Ia tidak perduli jika orang lain mengatakan, tak mempunyai kemampuan apa pun hingga tak pernah menunjukkannya.Karena ia sadar, bahwa tujuan hidupnya bukan mencari ketenaran di bumi, akan tetapi lebih condong beribadah kepada Tuhan, hingga menduduki posisi qurbah (kedekatan) dengan Sang Pencipta. Kebahagian dan kedamaian hidupnya maujud jika ia bisa intens mengingat Allah dalam setiap hela nafas dan detak jatungnya. Tak ada lagi rasa takut terhadap makhluk dan tak ada lagi kekhawatiran, apalagi bersedih hati. Ia lebih gemar menyendiri. Orang lain melihatnya diam, tapi sesungguhnya selalu dinamis. Kosong tapi berisi (mati sajroning urip, urip sajroning pati).Sebagaimana keyakinan yang sudah melekat dalam jiwanya (Matilah engkau sebelum datang kematianmu – Hadist Qudsi). Sekalipun berada di tengah keramaian, hatinya tidak akan larut. Eksistensinya tetap kokoh terjaga dalam kefanaan ruang waktu tapi baqa. Menyatu dengan keberadaanNya."Dan Dia (Allah) bersamamu dimanapun engkau berada-(QS: 57-4).Dan sesungguhnya kesukaan dia nylamur, bukan karena kehendaknya sendiri. Tapi Allah yang menghendaki dan menyembunyikannya. “Ketahuilah, ilmu batin adalah relung rahasiaKu, aku sematkan ilmu itu ke dalam hati hambaKu, dan takkan ada seorangpun yang dapat mengetahuinya kecuali Aku – Hadist Qudsi)”.

Wajib Nyantrik

Sekalipun tidak semua ahli tirakat bisa sampai ke maqam tertinggi ini, namun bukan berarti tidak bisa diupayakan sama sekali. Sepanjang masih berada di muka bumi, masih terbuka peluang untuk mempelajari.Kuncinya adalah terus belajar dan berlatih (ngelmu iku kelakone kanti laku). Syarat utama yang wajib dipenuhi adalah harus dibimbing oleh Guru Mursid (Guru Suci). Harus belajar (nyantrik) pada Guru Mursid. Tidak boleh otodidak. Sebab maqam ini adalah maqam batiniyah. Belajar ilmu makrifat tanpa Guru Mursid, sama halnya berguru dengan setan, menyesatkan.

Ketua Majelis Luhur Persaudaraan SH Terate (alm) Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, dalam kesempatan terpisah memberi amanah kepada penulis, jangan sekali-kali kamu merasa sudah bisa, sombong dan meninggalkan gurumu, jika belajar ilmu batiniyah, ilmu makrifat. Sampai gurumu menyuruh engkau berjalan sendiri. Beliau mengingatkan, setan setiap saat berlomba untuk mengganggu dan menyesatkan manusia yang intens mendekatkan diri pada Allah. Ingat pula, potensi "kekalahan" manusia atas gangguan setan lebih tinggi.Semakin tinggi ilmu seseorang, semakin halus dan samar jebakan setan padanya. Terminologi buah quldi yang menjadi penyebab diusirnya Nabi Adam dan Ibu Hawa dari surga dan harus menjalani kehidupan panjang penuh kenestapaan di bumi, merupakan fakta konkret tingginya potensi kekalahan manusia terhadap godaan setan. Kecuali bagi manusia yang maksum dan dilindungi Allah. Karena itu, kita ditekankan untuk selalu berlindung kepada Allah dari godaan setan. Syarat lain, waktu yang dipertaruhkan cukup lama. Sejumlah referensi yang berhasil penulis kumpulkan, para guru ilmu makrifat bisa mencapai tataran tinggi, rata rata setelah mereka belajar selama 10 hingga 20 tahun. Sejumlah mursid malah mengatakan, bahwa belajar ilmu makrifat itu tidak ada takaran waktunya, atau seumur hidup. Itu pun setelah mereka ditempa keras secara lahir dan batin. Bohong, jika ada seseorang yang mengaku sudah mengusai ilmu makrifat, padahal mereka baru belajar dalam waktu yang relatif pendek. Sunatullah adalah keniscayaan, dan manusia tidak akan mampu merubahnya. Sekalipun dalam sejumlah kasus, “kodrat bisa den irodati”, takdir diyakini bisa berubah dengan doa dan laku ikhtiyar, namun di lini maqam, mutlak kodratullah (ketetapan Allah yang tidak bisa diganggu gugat).

Sejatinya, ini pula yang mendasari Persaudaraan SH Terate menempatkan suka pamer kekuatan, kesaktian dan semacamnya di depan umum sebagai salah satu pantangan (pepacuh), di samping butir butir pepacuh lainnya. Antara lain, tidak boleh merusak pupus ijo, tidak boleh merusak pagar ayu, tidak boleh mangro tingal (berprinsip mendua - karena seseorang yang berprinsip mendua, cenderung munafik, lebih duka memilih mana yang baik bukan mana yang benar untuknya). Pepacuh lainnya adalah tidak boleh mengajarkan ilmu Setia Hati tanpa seizin pengurus yang berkopenten.

Sifat terpuji lain dari seseorang yang menduduki makomah mahmudah adalah, jika secara ekonomi dia berada di atas standardisasi marginal, dia tidak merasa kaya. Bahkan sebaliknya, kekayaan yang dimiliki dipandang sebagai amanah. Ada bagian orang lain, terutama fakir miskin, yang dititipkan padanya. Zakat, infaq dan sodakoh atau bentuk amalan lain adalah jalan dia untuk membersihkan diri. Kalau berada di garis kemiskinan, dia tidak meratapi kenestapaan dan menyalahkan takdir. Dia yakin, Allah, Tuhan Yang Maha Esa menempatkan dia di garis kemiskinan karena berkehendak melepaskan dia dari beban dan tanggung jawab yang berkaitan dengan amanah harta dan kekayaan. Bukankah dengan kemiskinannya itu dia justru tidak direpotkan ngurusi usaha, ngitung duwit, memanage waktu antara kerja dan ibadah serta mengurus banyak karyawan? Bukankah pokok kebahagiaan hidup tidak bertumpu pada emas dan perak dan tujuan utama hidup bukan berlomba mengumpulkan harta dan memperbanyak keturunan.

Sebaliknya jika keempat nafsu itu tidak terkendali, justru akan menjadi musuh bagi manusia, karena lebih banyak membawa mudharat dan kerusakan. Dalam Mukadimah SH Terate dikatakan ,” Dalam pada itu Setia Hati sadar dan yakin bahwa sebab utama dari segala rintangan dan malapetakan serta lawan dari kebenaran hidup bukanlah insan, makhluk atau kekuatan di luar dirinya;” Amanat ini mengisyaratkan bahwa musuh terbesar umat manusia, musuh yang bisa mendatangkan malapetaka adalah dirinya sendiri. Musuh yang lahir dari potensi negatif hawa nafsu karena tidak terkendali. Tabiatnya sangat jahat bahkan lebih jahat dibanding orang yang kita pandang sebagai musuh. Sungguh, sejahat jahat musuhmu ialah nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu (Hadist).

Hakikatnya, nafsu adalah pintu masuk penyakit hati, seperti iri, dengki, sombong, bakhil, berbangga diri, dan gila ketenaran. Penyakit ini jika mulai masuk ke dalam hati akan menjadi titik hitam, semakin lama membesar hitam legam, hingga hati terhijab dari cahaya kebenaran dan hidayah. Lama kelamaan hati itu akan “.... menjadi keras seperti batu bahkan lebih keras lagi. Padahal dari batu batu itu pasti ada celah yang mengalir di antaranya sungai sungai, ada pula yang terbelah lalu memancar mata air dari dalamnya, ada pula yang meluncur jatuh karena takut kebesaran Allah “ (QS: 2-74).

Sebut sebagai misal, seseorang yang dikuasai nafsu amarah, dia akan berubah menjadi egois, emosional, serakah, hilang akal sehat dan khilap kesadaran diri. Nilai kemanusiaannya jatuh ke titik terendah. Nafsu ini jika tidak segera dikendalikan akan berubah menjadi sifat angkara murka. Adigang adigung adiguna. Buas, tak beradab dan tak bermoral. Apa pun dan siapapun yang menghalangi kemauannya, dianggap sebagai musuh yang musti disingkirkan. Dia bersikap dan berperilaku sebagaimana binatang. Ia bergerak mengandalkan insting, kekuatan pisik dan kemauan untuk mempertahankan kekuasaan, merusak, membunuh dengan tujuan hanya sekadar memenuhi kebutuhan gejolak nafsunya. Masa depannya adalah hari ini, detik ini, dan untuk dirinya sendiri. Lebih parah lagi, amarah bisa merusak iman seseorang sebagaimana cuka merusak madu-Hadist).

Seekor singa tidak akan segan membunuh anak sapi, bahkan induk sapi, hanya sekadar mengenyangkan perut lapar. Padahal setelah sapi itu berhasil dibunuh, dikoyak koyak dengan taringnya, singa itu tidak akan bisa menghabiskan dagingnya dalam sekali makan. Ia hanya akan memakan bagian bagian empuk yang disukainya. Sisanya ditinggal begitu saja, menjadi rebutan serigala, kucing hutan, gagak dan membusuk dirubung semut.

Fenomena Rebut Bener

Harus diyakini, hancurnya keseimbangan alam akibat eksploitasi yang tidak dilandasi amanah analisis pengendalian dampak kerusakan alam dan lingkungan, sejatinya, tidak disebabkan oleh orang banyak atau sekelompok manusia, tapi lebih disebabkan oleh gejolak nafsu sesosok manusia. Terjadinya perpecahan dan porak porandanya martabat serta derajat organisasi, yakinlah, pada awalnya hanya disulut oleh jiwa yang tak bisa mengendalikan dan menyelaraskan nafsunya. Fanomena “rebut bener” di kalangan pengurus teras, kerap menjadi penyebab utama, tanpa memperhitungkan dampak negatif terjadinya perpecahan di akar rumput. Khilap sangat, padahal pada awal perintisannya, organisasi tersebut diperjuangkan bersama-sama. Kehancuran peradaban bumi dan duriah umat manusia sebagai dampak perang, baik perang saudara maupun perang dunia, bukan disulut oleh kepentingan antar kelompok secara makro, tapi penyebab utamanya adalah nafsu yang menguasai diri pribadi. Manusia yang dikuasai nafsunya tidak segan segan mengusung sedulur, membawa bendera kelompok, bahkan bendera bangsanya untuk mencapai tujuan. Kricikan dadi grojogan, demikian istilah yang sering dipakai Wong Jawa, untuk menengarai fenomena ini. Jer lahir tumusing batin (gerak raga lahir dari geliat nafsu di hati).

Dalam jasad manusia ada segumpal daging. Jika ia baik maka baiklah sekujur tubuh, jika dia rusak maka rusak pula semua jasad. Ketahuilah, ia adalah hati (al-Hadist).Jika hati kita rusak, secara otomatis jasad kita juga menjadi rusak. Buta mata, tuli telinga, gelap gulita mata hati. Kondisi ini akan berdampak pada perilaku keseharian dan berefek negatif pada pranatan kehidupan di lingkungan tempat tinggalnya, lingkungan pergaulan, bahkan masyarakat luas. “Dan barang siapa yang di dunia ini buta, maka di akhiratpun akan buta dan jalanya lebih sesat “(QS: 17 – 72).

Yang dimaksud buta dalam hal ini adalah buta mata hati. Yang dimaksud tuli juga tuli mata hati. “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata lahiriyah yang buta, tapi yang buta adalah hati yang di dalam dada” (QS:22 – 46).

Perilaku tersebut, jika benar terjadi, apalagi dilakukan oleh warga Persaudaraan SH Terate, maka yang bersangkutan jelas jelas telah melanggar janji setia pada dirinya sendiri. Karena perilaku tersebut bertentangan dengan sifat yang harus dimiliki warga Persaudaraan SH Terate. Apa saja sifat yang harus dimiliki warga Persaudaraan SH Terate? Sifat-sifat tersebut dalam kontruksi Padepokan Agung SH Terate divisualisasikan dalam wujud apa? (acs-bersambung)

Tulisan ini adalah hasil wawancara khusus penulis dengan (alm) Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, ketika beliau masih aktif manjadi Katua Umum merangkap Ketua Majelis Luhur Persaudaraan SH Terate Pusat Madiun pereode (1981-2014/15)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa dan Wasiat untuk Warga Baru SH Terate

Sekadar Syarat Bentuk Lahir

Menelaah Mukadimah SH Terate