Makna Filosofi Pedepokan SH Terate (1)
Makna Filosofi Pedepokan SH Terate (1) (Bagian 1 dari 5 Tulisan)
Lanskap sketsa makro kontruksi Padepokan Agung Persaudaraan SH Terate, yang berlokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, sesungguhnya bernilai filosofi ajaran proses pembentukan jatidiri manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, beriman dan bertakwa kepada Allah, Tuhan Yang Mahaesa. Proses tersebut diwujudkan dalam bentuk kontruksi bangunan, dari kontruksi pola dasar, sketsa makro, pintu, gelanggang, pendapa, hingga tamansari. Demikian, Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE (ketua umum Persaudaraan SH Terate pereode tahun 1981-2014) dawuh dalam wawancara khusus dengan penulis.
Dasarnya, adalah Mukadimah SH Terate, alenea kedua, “... akan mengajak serta para warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani dimana “SANG MUTIARA HIDUP” bertahta.”
Untuk lebih jelasnya, kami turunkan teks lengkap Mukadimah SH Terate, alenea pertama dan kedua. ”Bahwa sesungguhnya hakekat hidup itu berkembang menurut kodrat iramanya masing-masing menuju kesempurnaan, demikianpun kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang terutama, hendak menuju keabadian kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada, melalui tingkat ke tingkat. Namun tidak setiap insan menyadari bahwa apa yang dikejar-kejar itu telah tersimpan menyelinap di lubuk hati nuraninya.
SETIA HATI sadar meyakini akan hakiki hayati itu dan akan mengajak serta para Warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani dimana "SANG MUTIARA HIDUP" bertahta.”
Sebut sebagai misal, kontruksi pintu depan. Kontruksi pintu depan itu, diberi nama “Lawang Kembar” atau “Lawang Sakembaran”. Mas Madji, panggilan Kang Mas Tarmadji Boedi Harsono,dawuh kontruksi tersebut mengandung makna : bumi ini pada dasarnya dihuni/diisi mahluk ciptakan Allah, Tuhan Yang Mahaesa yang berpasangan dan saling berlawanan. Ada laki-laki ada perempuan, siang berpasangan dengan malam, gelap terang, lahir berpasangan batin, sedih dan bahagia dan lain sebagainya. Tujuan penciptaan tersebut, tidak ada lain kecuali untuk menunjukkan ke-Maha Besaran-Nya. (Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. QS: (51)Adz Dzariyat – 59). Kemudian dalam surah al-Najm [53]: 45. Allah juga berfirman terkait dengan penciptaannya. (”Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan). Sedangkan hadis Rasulullah, soal penciptaan saling berpasangan dan berlawanan ini, antara lain: Ruh-ruh itu diibaratkan seperti tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih,” (HR Bukhari dan Muslim).
"Sewaktu pintu padepokan saya bangun hanya satu, setiap saya ke pedepokan tubuhnya rasanya segle (tidak seimbang). Berkali kali saya mencoba merenung, mencari penyebab. Akhirnya pintu padepokan itu saya pugar saya jadikan dua. Lawang kembar, atau lawang sakembaran," kata Mas Madji. Begitu pemugaran pintu padepokan selesai, keanehan yang terjadi pada tubuh beliau saat datang ke padepokan, tak terasa lagi.
Makna filosofi lain yang terwujud dalam kontruksi padepokan, adalah tataran/tahapan nilai-nilai ajaran. Dijelaskan oleh Mas Madji, secara global kontruksi Padepokan SH Terate, terbagi menjadi tiga pola dasar. Pertama pola dasar halaman atau pelataran (bagian depan). Kedua pola dasar gedung pendapa (tengah). Dan ketiga pola dasar taman sari (belakang).
Tiga pola dasar kontruksi bangunan ini melambangkan tahapan ilmu yang wajib dipelajari oleh anggota atau warga SH Terate. Yaitu : pertama tataran ilmu kanuragan kasantikan satria, bagi anggota dan warga Tingkat I, kedua tataran ilmu kanuragan dan kebatinan (kerokhaniaan, Ke-SH-an) bagi warga Tingkat II, ketiga ilmu sejati bagi warga Tingkat III.
Inti kontruksi bangunan pada bagian depan, sebagai pola dasar halaman depan adalah arena tanding, (Palagan Krida Satria), diperuntukkan sebagai arena pertandingan pencak silat, khususnya bagi pendekar SH Terate. Di arena ini digelar “Adu Bebas SH Terate” memperebutkan Sabuk Emas Terate, ajang pertandingan pencak silat paling bergengsi di organisasi tercinta.
Penjabaran nilai filosofi yang terkandung dalam pola dasar kontruksi pendapa bagian depan ini adalah; untuk menjadikan seseorang memiliki watak kstaria, berbudi luhur tahu benar dan salah, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hal yang pertama kali dibangun adalah pisik ( tubuh, jasad) anggota atau warga. Muaranya, agar badan menjadi sehat, kokoh, terampil, trengginas, sebagai persiapan pembangunan kesehatan mental (men sana in coorpore sano, dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat).
Kedua, pola dasar kontruksi pendapa bagian tengah, berupa Gedung Saba Wiratama. Bagian kedua (tengah), melambangkan tataran ilmu kanuragan dan kebatinan yang wajib dipelajari, dihayati dan diamalkan warga Tingkat II, seperti yang telah penulis paparan di atas secara sekilas. Ketiga, pola dasar kotruksi pendapa bagian belakang (taman sari), adalah simbol tataran ilmu batiniyah yang wajib dipelajari, dihayati dan diamalkan warga Tingkat III, sehingga bisa masuk ke Tamansari, sebagai simbol keindahan, kebahagiaan dan keluhuran budi guna meraih kebahagiaan abadi lepas dari ruang dan suasana.
Semula, arena tanding Adu Bebas Sabuk Emas SH Terate tersebut dikelilingi kolam air (parit), dibentuk melingkar disesuaikan dengan arena tanding pencak silat. Aturan yang diberlakukan dalam Adu Bebas, pendekar yang mendapat serangan lawan, baik pukulan, tendangan, sapuan, bantingan maupun kuncian, jika dia jatuh terjebur ke parit, dinyatakan kalah. Pemenangnya adalah pendekar yang berhasil menjatuhkan lawan ke parit. Namun dalam perkembangannya, mempertimbangkan segala aspek, terutama soal nilai dalam laga pencak silat dan aspek keselamatan pendekar yang berlaga, akhirnya parit itu ditutup. Arena laga Adu Bebas Sabuk Emas SH Terate diganti dengan ring, laiknya ring tinju.
Dahsyatnya even dalam Adu Bebas SHTerate, tidak jarang menyebabkan pendekar terkapar dan harus digotong ke luar ring lantaran terluka atau cidera berat.(foto andi casiyem sudin)
Itu dimensi ajaran tata lahir atau lahiriyah. Sedangkan dimensi ajaran tata batin atau batiniah terformat dalam kontruksi bangunan gedung berkontruksi joglo yang diberi nama Saba Wiratama. Kontruksi bangunan itu, disangga oleh Empat Saka Guru (tiang penyangga utama) dengan cungkup atau wuwungan berbentuk segitiga lancip dan berakhir pada satu titik akhir kulminasi. Tepat di tengah empat tiang tersebut (dipasang di lantai bawah) ada marmar hitam juga berbentuk segi empat. Titik pusat segi empat mamar hitam itu, jika ditarik garis tegak lurus ke atas akan berakhir pada titik puncak wuwungan.
Nilai filosofis yang terkandung di balik kontruksi tersebut adalah nilai filsafat mandala atau disebut juga sebagai dunia waktu, “kiblat papat lima pancer”. Empat tiang bangunan pendapa itu bermakna kiblat papat, artinya kehidupan raga (bangunan) manusia akan ngadeg jejeg (kokoh) jika disangga kemampuan diri menyatukan dimensi ruang waktu yang terpola dalam dimensi penjuru arah mata angin (empat tiang penyangga), dilengkapi oleh nafsu yang telah berhasil dikendalikan (marmar hitam) dan sadar mengingat keberadaan diri (jagad cilik – mikrokosmos) mengarah ke atas wuwungan menuju satu titik kulminasi (pancer) untuk melepaskan diri dari belenggu jagad cilik lebur ke dalam dimensi jagad gedhe (makrokosmos). Pusat titik kulminasi itu diindentikkan sebagai hati atau kalbu di mana Sang Mutiara Hidup Bertahta
Kiblat papat juga bermakna sedulur papat, ini identik dengan empat nafsu yang dimiliki manusia , yakni, sufiyah, lauamah, amarah, dan mutmainah. Dari keempat hawa nafsu ini hanya nafsu mutmainah yang memiliki unsur kebaikan dan kemuliaan. Sedangkan tiga nafsu lainnya, sufiah, lauamah dan amarah berpotensi melahirkan unsur negatif, kecuali jika dikendalikan hingga melahirkan keseimbangan atau harmoni.
Dalam terminologi wujud empat penjuru arah mata angin, domain nafsu lauamah berada di penjuru Utara – merupakan simbol sifat Bumi/Tanah – digambarkan dengan warna Hitam. Domain nafsu Sufiah berada di penjuru Utara – simbolnya Angin – konotasi warnanya kuning. Arah Timur adalah domain nafsu Mutmainah – simbolnya Air – konotasi warnanya Putih. Terakhir, titik tengah adalah domain Pancer – warnanya Hijau – titik ini merupakan domain Hati yang telah mengalami katarsis, hati yang bertajali penuh cinta kasih, hati yang tidak pernah lalai akan keberadaan diri, selalu berdzikir dan berserah diri pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa hingga sifat yang dilahirkan adalah budi luhur. (bersambung)
Tulisan ini merupakan hasil wawancara khusus penulis, Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum Persaudaraan SH Terate Pusat Madiun, (alm) KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, semasih beliau aktif menjabat sebagai Ketua Umum merangkap ketua Majelis Luhur.
Komentar
Posting Komentar