Tirakat Batin, Ngurang-Ngurangi dan Tapa Ngrame

Sejatinya Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, ahli tirakat (tapa brata). Namun pandai memformat lakunya itu hingga jarang diketahui orang lain. Bahkan orang-orang dekatnya banyak yang tidak tahu, manakala beliau tengah tirakat.

”Urip iku sejatine tirakat, nDik. Awakmu kudu pinter, ojo landep dengkul, ojo biyakyakan (Hidup itu sejatinya proses tirakat. Kamu harus pandai mengendalikan diri, mengevaluasi diri), ” jawabnya saat penulis menanyakan pandangan beliau soal laku tirakat. “Nek awakmu kepengin tirakat, tirakat batin. Balapan resik-resikan ati (Kalau kamu ingin tirakat, jalankan tirakat batin. Berlomba membersihkan hati). Dan itu bisa dilakukan kapan saja, sepanjang hidupmu,” katanya.

Maksud tirakat batin, menurut Mas Madji, adalah bagaimana bisa mengkondisikan batin kita pada posisi nol, balant. Kosong tapi isi. Kosong dari segala lintasan permikiran terhadap segala bentuk perwujudan, kecuali wujud Allah. Bentuk laku yang paling sederhana adalah mengkondisikan akal dan hati serta jiwa (nafs) untuk tidak berfikir dan berbicara apa pun kecuali berfikir dan berbicara yang baik-baik. Detil dari laku ini lebih arif jika dijabarkan langsung dengan tatap muka.

Mas Madji sendiri, lebih sering tirakat ngurang-ngurangi dan tapa ngrame. Ngurang-ngurangi, bisa diartikan pengendalian diri. Contoh, mengendalikan nafsu makan, dengan cara mengurangi pola dan menu makan. Mengendalikan nafsu tidur, dengan cara melekan (begadang tapi dengan niat yang baik). Mengendalikan nafsu tamak, dengan cara banyak bersedekah dengan orang lain, serta laku pengendalian lain yang muaranya adalah membentuk kesadaran diri bahwa sejatinya, diri ini adalah manusia awam (titah sakwantah), yang tidak lebih dan kurang seperti manusia lainnya. Sedangkan tapa ngrame, artinya adalah melakukan tirakat tanpa harus bersenyap sunyi diri. Tetap menjalankan aktivitas dan berbaur dengan masyarakat, tapi batinnya terformat dalam laku tirakat. Semua laku tersebut dilakukan tanpa batas ruang dan waktu. Istilah yang sering dikatakan beliau, “sak dek sak nyet”. Niatnya bagaimana? Niatnya, menurut beliau, jangan macam-macam. Cukup lillah, billah, pasrah pada Allah. Tujuannya agar dikasihi dan dicintai Allah. Jika kita dicitai Allah, maka segala doa dan permohonan kita pasti dikabulkan.

Prinsip yang dijadikan dasar, tirakat wong SH itu sepanjang hidup. Laku ilmu Setia Hati itu tak kenal ruang waktu. Dimensi absurditas yang terpola dan berpusar pada persaudaraan, cinta kasih dan untuk menuju kebahagiaan abadi. Boleh jadi, prinsip ini tumbuh di jiwa Mas Madji sebagai buah didikan dari Mas Imam, setelah nyantrik puluhan tahun lamanya. Sebelum menemukan dimensi laku tirakat yang sesuai dengan maqamnya, Mas Madji, gemar melakukan pencarian diri lewat laku puasa. Bahkan, sewaktu muda, beliau pernah melakukan puasa 100 hari. Itu dilakukan di penghujung tahun 1965, setamat beliau dari bangku SMA.

Tujuannya, beliau ingin sukses. Kesuksesan tidak akan bisa diraih dengan hanya berpangku tangan. Ridlo Allah berbanding tegak lurus dengan prasangka dan laku ikhtiyar hambanya. Sukses identik dengan usaha, ikhtiar, dilambari laku tirakat (laku bisa maujud linabaran ngelmu). Nasib bisa berubah menjadi baik dengan doa dan usaha (kodrat yekti bisa den irodati). Allah, Tuhan Yang Maha Esa tidak akan merubah nasib suatu kaum, sebelum mereka sendiri berusaha merubahnya. “Tapi tolong, ini adalah laku pribadi saya. Bukan laku yang diajarkan SH Terate. Jangan ditiru,” pesan Mas Madji.

Ketika laku tirakat Mas Madji masuk hari ke 70, Mas Imam meminta menyudahi puasanya.” Dik Madji itu bukan saya dan saya juga bukan Dik Madji. Goleko disik sangune urip Kid, awakmu isik enom,lho (carilah bekal hidup lebih dulu Dik, kamu masih muda, lho.” Mas Imam suka memanggil adik adiknya dengan panggilan “Kid”. Ini bahasa prokem di kalangan keluarga Persaudaraan SH Terate Madiun saat itu. “Kid” berasal dari kata “Dik” yang dibalik.(Carilah bekal untuk duniamu seakan akan engkau akan hidup selama-lamanya. Dan carilah bekal akhiratmu seakan akan engkau akan mati esok hari-Hadts)

Maksud ungkapan Mas Imam itu, setiap orang memiliki kodrat dan irama hidup masing masing. Tidak ada yang sama. Karenanya, tirakatnya juga berbeda. Sesuai dengan karakter personal. Mas Imam lantas memberikan petunjuk jenis laku tirakat yang sesuai dengan kepribadian Mas Madji. “Api itu musuhnya air, Kid,” ujar Mas Imam. Bagaimana kita bisa memadamkan api tanpa air? Laku tersebut adalah proses mencari jati diri atau mengenal diri pribadi. Wujudnya, pengendalian nafsu. Dengan laku ini, diyakini, seseorang bisa menemukan jatidirinya, mengenal dirinya. Mas Madji menyebutnya sebagai laku Setia Hati.(acs)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa dan Wasiat untuk Warga Baru SH Terate

Sekadar Syarat Bentuk Lahir

Menelaah Mukadimah SH Terate