PERSAUDARAAN dalam SH Terate (2)
Persaudaraan Kekal Abadi
Lalu bagaimanakah agar ketiga unsur pendukung tersebut bisa terwujud? Jawabannya sebenarnya mudah, ringkas, dan jelas.yakni bahwa subyek dari pengemban persaudaraan itu harus memahami hakikat persaudaraan yang kekal dan abadi. Kemudian berusaha mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Satu kalimatyang mudah diucapkan, gampang dihafal, indah didengar, tapi sulit untuk dilaksanakan. Satu ungkapan yang sering digembar-gemborkan, bahkan tidak jarangmenjadi sebuah slogan tapi nyatanya sedikit orang yang dapat menjalankannya.
Sebab menjalin persaudaraan, sebenarnya tidak sulit. Tapi juga tidak dapat dikatakan mudah. Menjalin persaudaraan akan sangat mudah jika persaudaraan itu bersifat sementara, sekedar pamrihyang disebabkan oleh dan karena sesuatu hal. Maka dengan sendirinya ersaudaraan tersebut tidak kekal adanya. Dan sebaliknya, menjalin persaudaraan sejati, persaudaraan kekal dan abadi, persaudaraan tanpa pamrih dan tidak disebabkan oleh ataukarena apa pun, dibutuhkan kesepahaman, penghayatan, kesabaran, dan tenggang waktu relatif panjang.
Persaudaraan yng bersifat sementara karena pamrih, dapat kitaambil contoh dari gambaran beriku:
Seseorang yangmemiliki banyak uang, suatu hari ingin mendapatkan sejumlah teman, atau kawan, atau saudara. Ia pergi ke sebuah pasar menemui pedagang yang ada di pasar itu dan memorong barang dagangannya. Pedagang di pasar, demi memperoleh sejumlah rupiah, praktis mereka menyukai orang yang menghambur-hamburkan uangnya itu. maka dengan sendirinya mereka menjadi seorang kawan atau saudara secara spontanitas. Dapat dibayangkan, betapa banyak saudara orang yangmembagi-bagikan uang tersebut, yakni sebanyak pedagang di pasar.
Esok harinya, ia lakukan lagi persis seperti cara kemarin. Orang-orang yang baru datang pun pun segera mengrubutinya, kemudian mengelu-elukannya sebagai seorang saudara. Ia pun semakin bangga, dan merasa dirinya menjelma jadi raja. Esoknya lagi, esokny lagi, ia pun melakukan hal serupa. Hingga tepat di hari yang kesekian, uang orang tersebut habislah.
Ketika ia pergi ke pasar lagi, ketika orang-orang pun segera berlarian mengerumuninya, ia tidak lagi bisa memberi uang pada mereka. Alhasil, pandangan orang-orang itu pun mulai minor. Lambat laun berubah jadi mencibir. Mereka menuduh orang itu pelit, karena tidak mau berbelanja lagi. Mereka tidak mau tahu bahwa uang orang itu telah ludes, berpindah kekantong mereka. Dan serempak, segera saja mereka tidak menyukai orang itu. dan persaudaraan diantara mereka pun, terhenti sampai disitu.
Itulah sekelumit gambaran persaudaraan semu, persaudaraan penuh kamuflase, persaudaraan bersifat fatamorgana-, yang sedapat mungkin harus kita hindari jauh-jauh. Sebab bila tidak, ini akan berbahaya, mengingat persaudaraan merupaka prinsip dasar yang mutlak diperlukan dalam Persaudaraan Setia hati Terate.
4. “Rukun Nanging Ora Kumpul” dan “Ya Kumpul Ya Rukun”
Dalam jalinan Persaudaraan Setia Hati Terate, kitamengenal dua kemungkinan terjalinan rasa persaudaraan dalam proses keberadaan hidup kita. Kemungkinan pertama adalah “Rukun Nanging Ora Kumpul”. Sedangkan kemungkinan kedua “Ya Kumpul Ya Rukun”.
Sebagai contoh, seorang diantarasaudara kita, karena suatu tugas yang diamanatkan kepadanya harus pergi dan berpisah meninggalkan kita. Maka dengan tulus, kita harus merelakan kepergiannya. Lain waktu, karena tugas dan tanggung jawab, kita harus pergi jauh meninggalkan saudara-saudara kita, dan kita pun harus pergi dengan niat dan tekad utama. Ibaratnya, “aluwung orang kumpul nanging rukun tinimbang kumpul nanging ora rukun”(leboih baik tidak berkumpul tetapi rukun daripada berkumpul tetapi tidak rukun). Sebab, PSHT menitikberatkan pada jalinan persaudaraan yang tulus dan rukun daripada kumpul. Artinya, meskipun kita terpisahkan oleh ruang dan waktu, tetapi jiwa kita tetap menyatu. Kalau bisa, “Ya Kumpul Ya Rukun” (berkumpul dalam satu wadah dan rukun).
5. Sistem Kontrol Persaudaraan (Proses menghambat-hambati)
Lantas kini, timbul satu pertanyaan; bagaimanakah agar kerukunan itu dapat terpelihara dengan baik? Formulanya adalah, kita harus kembali menjaga dan membina persaudaraan yang merupakan inti dari kerukunan itu sendiri. Salah satu wujud pembinaan dalam upaya menjaga persaudaraan itu, diantaranya adalah saling menghamat-hamati.
Kemauan untuk salinh menghamat-hamati, ini lebih merupakan sebuah sistem kontrol dari dan untuk Keluarga Besar PSHT. Dalam istilah yang lebih populer sering disebut sebagai “waskat” (pengawasan melekat). Artinya masing-masing personel yang berada di dalam wadah Persaudaraan Setia Hati Terate secara aktif harus bisa melakukan pengawasan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap yang lain. Dengan sistem kontrol ini, setiap anggota harus berani memberikan nasehat atau teguran jika mendapati salah seorang saudaranya melakukan kesalahan atau keluar dari rel yang telah digariskan. Dengan catatan jangan mencari-cari kesalahan. Dan teguran persuasif atau lebih dikenal dengan istilah “among rasa”.
Membiarkan seseorang melakukan kekeliruan, padahal kita tahu bahwa akibat dari tindakan keliru itu akan membahayakan orang itu sendiri, berarti secara tidak langsung kita ikut menjerumuskan orang tersebut ke jurang kenistaan. Lain kata, kita ikut menanggung dosa atas perbuatan orang itu. dalam Persaudaraan Setia Hati Terate dikenal dengan istilah “dosa tanpa berbuat”.
Maka yang terbaik bagi kita adalah katakan yang sebenarnya jangan yang sebaiknya dan katakan yang benar sekalipun itu pahit. Lontarkan kritik jika melihat salah seorang saudara kita melakukan kekeliruan ketimbang membiarkan saudara sendiri terjerumus ke lembah kenistaan (tega larane ora tega patine).
Sebaiknya bagi anggota yang merasa melakukan kekeliruan dengan tulus harus bisa menerima nasehat itu. Jangan lantas membenci saudaranya yang memberi teguran. Ini mengingat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Manusia itu tak luput dari kekhilafan dan kekeliruan. Dan mencari kelemahan diri sendiri lebih sulit ketimbang mencari kekeliruan orang lain. Dalam pepatah sering dikatakan “gajah d pelupuk mata tak terlihat, kuman di seberang lautan tampak jelas”.
Artikel ini bersumber pada hasil wawancara saya, Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, H. Tarmadji Boedi Harsono,SE, dan Ketua Dewan Pertimbangan SH Terate Pusat H. Drs. Marwoto, MS (almarhum)
Komentar
Posting Komentar