PERUBAHAN UANG MAHAR SH TERATE
Uang Mahar Sebagai Pitukon Jurus
Mahar bisa diartikan sebagai mas kawin, atau pitukon (pembelian, pengganti, biaya). Masyarakat umum mengenal mahar sebagai mas kawin yang diberikan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan, saat prosesi akad nikah. Suku Sunda menyebutnya seserahan. Suku Dayak menyebutnya panai. Paningset untuk Suku Jawa. Dan, istilah lain yang merujuk ke makna itu.Bentuknya, berupa uang tunai, barang atau jasa. Namun sesungguhnya, mahar juga sudah lama dikenal di lingkungan penghayat ngelmu kaweruh, seperti Padepokan Ngelmu Kanuragan, Ilmu Hikmah, Padepokan Pencak Silat, dan semacamnya. Biasanya, mahar di kalangan pelaku ilmu kanuragan, diwujudkan dalam bentuk uang tunai atau barang sebagai tanda terima kasih kepada guru atau kyai atas jasanya mengajar. Waktu penyerahan mahar dikemas dalam acara cukup eksklusif dan sakral, misalnya saat ritual pembukaan latihan, pengesahan atau saat penutupan (khataman).
Mahar juga dikenal di Keluarga Besar Persaudaraan Setia Hati Terate. Bahkan, dijadikan salah satu syarat yang wajib dipenuhi setiap siswa yang ingin disyahkan menjadi warga (Pendekar Tingkat I). Pemberlakukan uang pitukon ini sudah dilakukan sejak SH Terate berbentuk paguron (perguruan pencak silat) yang didirikan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan terus diberlakukan hingga saat ini. Wujudnya, uang logam dengan nilai yang sama, sejumlah 36 keping, disesuaikan dengan jumlah jurus yang diajarkan kepada pendekar Tingkat I. Penyerahan uang mahar dilakukan bersamaan dengan acara pengesahan warga baru, di bulan Suro, dalam setiap tahunnya.
Pada awalnya, mahar Persaudaraan Setia Hati Terate, berupa uang logam kuno yang tidak lagi berlaku. Mahar disediakan langsung oleh keluarga Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan ahli warisnya. Teknisnya, calon warga yang mau mengikuti pengesahan, diminta untuk mengganti uang logam kuno yang sudah tidak berlaku ( uang logam yang dikeluarkan Pemerintah Hindia Belanda) dengan uang rupiah yang diberlakukan Pemerintah RI. Wujud uang pengganti tidak harus sama. Yang penting nilainya sama, sebanyak 36 keping uang logam kuno yang akan digunakan sebagai salah satu syarat pengesahan. Hasil dari pengumpulan uang mahar diberikan kepada Ki Hadjar dan keluarga, sebagai tanda terimakasih siswa kepada “sang guru”. Setelah Ki Hadjar wafat, perolehan uang mahar tetap diberikan kepada ahli warisnya.
Dari situ bisa diambil kesimpulan, bahwa mahar Persaudaraan Setia Hati Terate pada awal mulanya, murni menjadi hak guru. Diperuntukkan membantu kehidupan guru dan keluarganya. Soal berapa total nilai uang mahar yang terkumpul dalam setiap tahunnya, hanya guru dan keluarga yang tahu persis.
Namun, melihat sisi manfaat dari mahar, dalam perkembangannya, Persaudaraan Setia Hati Terate mengambil kebijakan, merubah uang mahar dari uang logam yang tidak lagi berlaku, dengan uang logam rupiah yang berlaku. Kedua, hasil perolehan uang mahar dimasukkan ke kas pusat organisasi dan dipergunakan pembiayaan kegiatan organisasi. Sedangkan untuk membantu biaya hidup keluarga Ki Hadjar Hardjo Oetomo, diambilkan dari kas organisasi. Perubahan itu dilakukan di paro tahun 80-an. Salah satu tokoh yang mencetuskan ide perubahan uang mahar tersebut adalah Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE.
Dalam wawancara khusus seputar uang mahar dengan penulis, Mas Madji mengatakan, awal mula ide perubahan mahar itu muncul, saat beliau diserahi amanah menjadi Pengurus Pusat, duduk sebagai Ketua I mendampingi Kang Mas Badini, sebagai Ketua Umum. Saat itu, uang kas organisasi mangalami defisit. Tercatat, malah punya tanggungan hutang pada warga secara pribadi.” Mas Imam (Kang Mas R. Imam Koesoepangat, saat itu duduk sebagai Ketua Dewan Pusat), memerintahkan saya untuk mencari uang guna menutup hutang SH Terate,” katanya. Dikatakan, saat gagasan perubahan mahar diungkap ke permukaan, Mas Madji spontan langsung mendapat sanggahan keras dari sejumlah tokoh senior. Bahkan sempat dituding ingin merubah ajaran. Mas Imam sendiri, pada awalnya ragu ragu menentukan sikap. Maklum, masalah ini berhubungan erat dengan domain ahli waris pendiri SH Terate.
Terdapat sejumlah alasan proporsional yang mendasari ide perubahan uang mahar Persaudaraan Setia Hati Terate. Antara lain, sisi manfaat atau kegunaannya. Menurut Mas Madji, penggunaan uang mahar itu toh pada akhirnya untuk membantu meringankan beban belanja kebutuhan hidup keluarga Ki Hajar Hardjo Oetomo atau kebutuhan pembiayaan kegiatan organisasi. Melihat sisi itu, berarti mengganti uang mahar dari logam kuno yang tidak berlaku dengan uang logam yang berlaku, sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Setia Hati. Prinsip bentuk dan jumlahnya sama, hingga nilai nilai filsafat yang terkandung di dalamnya masih bisa terjabarkan. Misalnya, uang mahar harus berupa logam tebal (kandel), bulat dan jumlahnya sama. Logam tebal mengandung arti kuat, kokoh, karena logam dibuat dari bahan materi alam yang kuat. Diharapkan jurus yang dipelajari dan dimahari akan bisa memperkuat dan menebalkan tekad serta semangat dan keberanian (kandel, kendel) warga yang disyahkan dalam mengarungi kehidupannya (Sekti mandra guna, bebasan ora tedas paluning pandhe siksaning gurinda). Bentuknya bulat, sebagai simbol putaran garis yang tak terhenti. Artinya, setiap jurus dari 36 jurus yang diajarkan memiliki lintasan gerak yang tidak pernah berhenti. Diharapkan dengan jurus itu akan menambah dukungan psikologis pada warga yang disyahkan menjadi manusia istiqomah, terus berinovasi dan berkreativitas tanpa kenal putus asa (mobah hanyakra manggilingan binarung berkah). Bentuknya sama, artinya kekuatan dan kemanfaatan jurus yang diajarkan, pada hakikatnya sama (jumbuh karep sedyane).
Dengan adanya perubahan itu, teknik pengumpulannya pun dirubah. Uang mahar bisa disiapkan sendiri oleh calon warga .Tidak perlu lagi menukar uang logam kuno dengan uang baru. Tentunya, ini akan lebih efisien dan praktis.
Alasan kedua, ditinjau dari sisi daya dukung mahar terhadap organisasi dan pengadaan barang. Sebab, kebutuhan organisasi diprediksi semakin lama akan semakin tinggi, sejalan dengan perkembangan Persaudaraan Setia Hati Terate. Bagaimana mungkin kegiatan akan bisa dilaksanakan jika tidak ada daya dukung pembiayaan? Bagaimana mungkin, organisasi bisa memberi dukungan finansial kegiatan jika uang kas kosong bahkan defisit? Benar, bahwa kas organisasi bisa dikumpulkan dari perolehan iuran siswa atau warga, atau pemasukan lain seperti sumbangan dari donatur tidak mengikat. Namun dalam praktiknya, pemasukan uang iuran ke kas organisasi tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Alasannya plastis, pemasukan uang iuran tersendat-sendat dan lebih banyak tersedot untuk pembiayaan kegiatan harian.
Sementara itu, jika meprediksi sisi pengadaaan uang logam kuno, berapa banyak yang harus dipersiapkan dan kemana harus mencarinya, mengingat semakin lama keberadaan barang itu semakin langka? Benar, bahwa saat mahar uang logam kuno digunakan, barangnya masih mudah di dapat karena kebutuhannya sedikit. Hanya beberapa ratus keping, karena calon warga yang ikut pengesahan jumlahnya baru puluhan orang. Namun ke depan, jika Persaudaraan Setia Hati Terate berkembang pesat dan jumlah calon warga bertambah hingga mencapai belasan ribu orang, kemana harus mencari barang antik itu?
Alasan ketiga, uang mahar bisa jadi sumber masalah pelik, jika tidak dikelola dan dimanage dengan baik. Bahkan bisa jadi sumber pertikaian dan ajang perebutan (bancakan). Apalagi jika jumlahnya cukup besar, mencapai jutaan bahkan miliaran rupiah.
Menurut Mas Madji, saat gagasan perubahan itu dilakukan, belum banyak warga yang melirik keberadaan uang mahar. Sebab, jumlahnya memang belum begitu besar. “Jumlah calon warga yang disyahkan baru puluhan, ratusan, belum sebanyak sekarang ini,” katanya.
Alhamdulillah, setelah Mas Madji menjelaskan dasar dari perubahan itu, akhirnya gagasan itu diterima dan bisa direalisasikan. Uang mahar tetap menjadi milik pusat dan cabang diwajibkan menyetor ke pusat. Teknik penyerahan uang mahar dilakukan setelah calon warga menjalani prosesi mengesahan, karena sebelumnya uang mahar itu ikut disertakan sebagai ubarampe selamatan pengesahan.
Gagasan Mas Madji mengganti mahar dari uang logam kuno ke uang logam baru yang berlaku ternyata cukup cemerlang. Prediksi beliau pergantian mahar guna menyongsong masa depan, juga terbukti sekarang. Persaudaraan Setia Hati Terate kini berkembang pesat. Tercatat, sekitar 200 cabang lebih sudah didirikan di seantero Indonesia. Untuk cabang-cabang “gemuk” di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, misalnya, jumlah calon warga yang mengikuti pengesahan, dalam tiap tahunnya, mencapai seribu hingga dua ribu orang lebih. Belum lagi jika jumlah ini ditambah dengan calon warga di daerah lain yang terus bertambah, dengan total calon warga yang mengikuti prosesi pengesahan dalam bulan Suro, di setiap tahunnya, bisa mencapai puluhan hingga belasan ribu orang.
Jika uang mahar saat itu tidak ada perubahan, masih menggunakan uang logam kuno, kemana calon warga harus mencari? Jika harus diserahkan pengurus pusat, kemana pula mereka musti berburu? Membelinya dari kolektor, karena keberadaan uang logam kuno sekarang ini lebih banyak di tangan kolektor benda benda kuno? Jawaban ini barangkali bisa diterima. Namun, berapa banyak anggaran yang harus disediakan, mengingat harga uang logam kuno di tangan kolektor cukup tinggi? Untuk uang logam kuno Nederland Indie Tahun 1945 (benggol 2,1/2 cent), di tangan kolektor dibandrol hampir satu juta rupiah. Artinya, jika tetap menggunakan barang itu, berarti setiap calon warga, minimal harus menyediakan uang sebesar Rp 36 juta untuk pengadaan mahar uang logam kuno. Padahal, selain mahar, calon warga baru juga masih harus menyiapkan uba rampe selamatan lainnya, seperti ayam jago, kain mori untuk sabuk, baju sakral dan lain sebagainya.
Saat penulis disyahkan menjadi warga Tingkat I, tahun pengesahan 1981, uang mahar yang diberlakukan adalah uang logam Rp 100, sebanyak 36 keping. Waktu itu nilai rupiah masih cukup tinggi di mata dolar. Sekitar Rp 2.750,-. Sejalan dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar, kebijakan nilai mahar berubah lagi, dari yang awalnya Rp 100,- menjadi Rp 1000,- (nilai dolar tembus Rp 10.000 ke atas). Di masa-masa mendatang, boleh jadi, nilai nominal uang mahar Persudaraan Setia Hati Terate akan berubah lagi menyesuaikan, besar kecilnya daya beli nilai mata uang rupiah.
Menurut Mas Madji, penyerahan uang mahar dari cabang ke pusat, sebenarnya tidak harus uang logam yang dijadikan mahar dalam acara pengesahan. Agar efesien, bisa diganti dan ditranfer lewat bank, yang penting total nominalnya sama dengan jumlah calon warga yang mengikuti pengesahan. “Semua uang mahar masuk kas pusat. Itu hak pusat,” tegasnya.
Di era kepimpinan Mas Madji, sekalipun uang mahar murni hak pusat, cabang wajib menyetorkannya ke kas pusat, tapi dalam pelaksanaannya cukup fleksibel. Bagi cabang yang pada tahun berjalan membutuhkan biaya banyak untuk mendukung kegiatan, uang mahar tersebut bisa diminta kembali ke cabang. Syaratnya, mengajukan surat permohonan resmi dengan menunjukkan bukti-bukti akurat penggunaan dana.
Lebih ditegaskan lagi, sebenarnya besarnya nilai mahar yang harus diserahkan calon warga ke organisasi tidak harus sama dengan nominal yang tertulis pada sisi uang logam yang dijadikan syarat pengesahan. Bagi calon warga yang kaya raya, bisa saja ia memberi mahar lebih besar. Misalnya, satu keping logam diganti satu juta, hingga mahar yang diserahkan ke pusat nilai totalnya jadi tiga puluh enam juta. “Asal dia ikhlas membantu organisasi, gak apa apa itu,” jelas Mas Madji.
Dalam perkembangannya, uang mahar yang dikumpulkan sedikit demi sedikit oleh pengurus pusat, terbukti membuahkan manfaat cukup besar. Disamping bisa dijadikan sumber pembiayaan kegiatan organisasi, juga bisa untuk membeli sejumlah aset tak bergerak seperti membeli tanah, membangun padepokan dan lain sebagainya. Sebagian uang mahar yang didapat dari warga baru, terutama untuk warga baru pengesahan di Pusat Madiun, hingga saat ini masih disimpan di Padepokan Setia Hati Terate. Pengurus Pusat menyediakan ruangan khusus yang diperuntukkan “Gudang Uang Mahar”. Barang tersebut dikemas dalam karung, disusun bertumpuk tumpuk, hingga terlihat sebagai gunung uang mahar. Ingin lihat?
____________________
Mahar bisa diartikan sebagai mas kawin, atau pitukon (pembelian, pengganti, biaya). Masyarakat umum mengenal mahar sebagai mas kawin yang diberikan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan, saat prosesi akad nikah. Suku Sunda menyebutnya seserahan. Suku Dayak menyebutnya panai. Paningset untuk Suku Jawa. Dan, istilah lain yang merujuk ke makna itu.Bentuknya, berupa uang tunai, barang atau jasa. Namun sesungguhnya, mahar juga sudah lama dikenal di lingkungan penghayat ngelmu kaweruh, seperti Padepokan Ngelmu Kanuragan, Ilmu Hikmah, Padepokan Pencak Silat, dan semacamnya. Biasanya, mahar di kalangan pelaku ilmu kanuragan, diwujudkan dalam bentuk uang tunai atau barang sebagai tanda terima kasih kepada guru atau kyai atas jasanya mengajar. Waktu penyerahan mahar dikemas dalam acara cukup eksklusif dan sakral, misalnya saat ritual pembukaan latihan, pengesahan atau saat penutupan (khataman).
Mahar juga dikenal di Keluarga Besar Persaudaraan Setia Hati Terate. Bahkan, dijadikan salah satu syarat yang wajib dipenuhi setiap siswa yang ingin disyahkan menjadi warga (Pendekar Tingkat I). Pemberlakukan uang pitukon ini sudah dilakukan sejak SH Terate berbentuk paguron (perguruan pencak silat) yang didirikan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan terus diberlakukan hingga saat ini. Wujudnya, uang logam dengan nilai yang sama, sejumlah 36 keping, disesuaikan dengan jumlah jurus yang diajarkan kepada pendekar Tingkat I. Penyerahan uang mahar dilakukan bersamaan dengan acara pengesahan warga baru, di bulan Suro, dalam setiap tahunnya.
Pada awalnya, mahar Persaudaraan Setia Hati Terate, berupa uang logam kuno yang tidak lagi berlaku. Mahar disediakan langsung oleh keluarga Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan ahli warisnya. Teknisnya, calon warga yang mau mengikuti pengesahan, diminta untuk mengganti uang logam kuno yang sudah tidak berlaku ( uang logam yang dikeluarkan Pemerintah Hindia Belanda) dengan uang rupiah yang diberlakukan Pemerintah RI. Wujud uang pengganti tidak harus sama. Yang penting nilainya sama, sebanyak 36 keping uang logam kuno yang akan digunakan sebagai salah satu syarat pengesahan. Hasil dari pengumpulan uang mahar diberikan kepada Ki Hadjar dan keluarga, sebagai tanda terimakasih siswa kepada “sang guru”. Setelah Ki Hadjar wafat, perolehan uang mahar tetap diberikan kepada ahli warisnya.
Dari situ bisa diambil kesimpulan, bahwa mahar Persaudaraan Setia Hati Terate pada awal mulanya, murni menjadi hak guru. Diperuntukkan membantu kehidupan guru dan keluarganya. Soal berapa total nilai uang mahar yang terkumpul dalam setiap tahunnya, hanya guru dan keluarga yang tahu persis.
Namun, melihat sisi manfaat dari mahar, dalam perkembangannya, Persaudaraan Setia Hati Terate mengambil kebijakan, merubah uang mahar dari uang logam yang tidak lagi berlaku, dengan uang logam rupiah yang berlaku. Kedua, hasil perolehan uang mahar dimasukkan ke kas pusat organisasi dan dipergunakan pembiayaan kegiatan organisasi. Sedangkan untuk membantu biaya hidup keluarga Ki Hadjar Hardjo Oetomo, diambilkan dari kas organisasi. Perubahan itu dilakukan di paro tahun 80-an. Salah satu tokoh yang mencetuskan ide perubahan uang mahar tersebut adalah Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE.
Dalam wawancara khusus seputar uang mahar dengan penulis, Mas Madji mengatakan, awal mula ide perubahan mahar itu muncul, saat beliau diserahi amanah menjadi Pengurus Pusat, duduk sebagai Ketua I mendampingi Kang Mas Badini, sebagai Ketua Umum. Saat itu, uang kas organisasi mangalami defisit. Tercatat, malah punya tanggungan hutang pada warga secara pribadi.” Mas Imam (Kang Mas R. Imam Koesoepangat, saat itu duduk sebagai Ketua Dewan Pusat), memerintahkan saya untuk mencari uang guna menutup hutang SH Terate,” katanya. Dikatakan, saat gagasan perubahan mahar diungkap ke permukaan, Mas Madji spontan langsung mendapat sanggahan keras dari sejumlah tokoh senior. Bahkan sempat dituding ingin merubah ajaran. Mas Imam sendiri, pada awalnya ragu ragu menentukan sikap. Maklum, masalah ini berhubungan erat dengan domain ahli waris pendiri SH Terate.
Terdapat sejumlah alasan proporsional yang mendasari ide perubahan uang mahar Persaudaraan Setia Hati Terate. Antara lain, sisi manfaat atau kegunaannya. Menurut Mas Madji, penggunaan uang mahar itu toh pada akhirnya untuk membantu meringankan beban belanja kebutuhan hidup keluarga Ki Hajar Hardjo Oetomo atau kebutuhan pembiayaan kegiatan organisasi. Melihat sisi itu, berarti mengganti uang mahar dari logam kuno yang tidak berlaku dengan uang logam yang berlaku, sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Setia Hati. Prinsip bentuk dan jumlahnya sama, hingga nilai nilai filsafat yang terkandung di dalamnya masih bisa terjabarkan. Misalnya, uang mahar harus berupa logam tebal (kandel), bulat dan jumlahnya sama. Logam tebal mengandung arti kuat, kokoh, karena logam dibuat dari bahan materi alam yang kuat. Diharapkan jurus yang dipelajari dan dimahari akan bisa memperkuat dan menebalkan tekad serta semangat dan keberanian (kandel, kendel) warga yang disyahkan dalam mengarungi kehidupannya (Sekti mandra guna, bebasan ora tedas paluning pandhe siksaning gurinda). Bentuknya bulat, sebagai simbol putaran garis yang tak terhenti. Artinya, setiap jurus dari 36 jurus yang diajarkan memiliki lintasan gerak yang tidak pernah berhenti. Diharapkan dengan jurus itu akan menambah dukungan psikologis pada warga yang disyahkan menjadi manusia istiqomah, terus berinovasi dan berkreativitas tanpa kenal putus asa (mobah hanyakra manggilingan binarung berkah). Bentuknya sama, artinya kekuatan dan kemanfaatan jurus yang diajarkan, pada hakikatnya sama (jumbuh karep sedyane).
Dengan adanya perubahan itu, teknik pengumpulannya pun dirubah. Uang mahar bisa disiapkan sendiri oleh calon warga .Tidak perlu lagi menukar uang logam kuno dengan uang baru. Tentunya, ini akan lebih efisien dan praktis.
Alasan kedua, ditinjau dari sisi daya dukung mahar terhadap organisasi dan pengadaan barang. Sebab, kebutuhan organisasi diprediksi semakin lama akan semakin tinggi, sejalan dengan perkembangan Persaudaraan Setia Hati Terate. Bagaimana mungkin kegiatan akan bisa dilaksanakan jika tidak ada daya dukung pembiayaan? Bagaimana mungkin, organisasi bisa memberi dukungan finansial kegiatan jika uang kas kosong bahkan defisit? Benar, bahwa kas organisasi bisa dikumpulkan dari perolehan iuran siswa atau warga, atau pemasukan lain seperti sumbangan dari donatur tidak mengikat. Namun dalam praktiknya, pemasukan uang iuran ke kas organisasi tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Alasannya plastis, pemasukan uang iuran tersendat-sendat dan lebih banyak tersedot untuk pembiayaan kegiatan harian.
Sementara itu, jika meprediksi sisi pengadaaan uang logam kuno, berapa banyak yang harus dipersiapkan dan kemana harus mencarinya, mengingat semakin lama keberadaan barang itu semakin langka? Benar, bahwa saat mahar uang logam kuno digunakan, barangnya masih mudah di dapat karena kebutuhannya sedikit. Hanya beberapa ratus keping, karena calon warga yang ikut pengesahan jumlahnya baru puluhan orang. Namun ke depan, jika Persaudaraan Setia Hati Terate berkembang pesat dan jumlah calon warga bertambah hingga mencapai belasan ribu orang, kemana harus mencari barang antik itu?
Alasan ketiga, uang mahar bisa jadi sumber masalah pelik, jika tidak dikelola dan dimanage dengan baik. Bahkan bisa jadi sumber pertikaian dan ajang perebutan (bancakan). Apalagi jika jumlahnya cukup besar, mencapai jutaan bahkan miliaran rupiah.
Menurut Mas Madji, saat gagasan perubahan itu dilakukan, belum banyak warga yang melirik keberadaan uang mahar. Sebab, jumlahnya memang belum begitu besar. “Jumlah calon warga yang disyahkan baru puluhan, ratusan, belum sebanyak sekarang ini,” katanya.
Alhamdulillah, setelah Mas Madji menjelaskan dasar dari perubahan itu, akhirnya gagasan itu diterima dan bisa direalisasikan. Uang mahar tetap menjadi milik pusat dan cabang diwajibkan menyetor ke pusat. Teknik penyerahan uang mahar dilakukan setelah calon warga menjalani prosesi mengesahan, karena sebelumnya uang mahar itu ikut disertakan sebagai ubarampe selamatan pengesahan.
Gagasan Mas Madji mengganti mahar dari uang logam kuno ke uang logam baru yang berlaku ternyata cukup cemerlang. Prediksi beliau pergantian mahar guna menyongsong masa depan, juga terbukti sekarang. Persaudaraan Setia Hati Terate kini berkembang pesat. Tercatat, sekitar 200 cabang lebih sudah didirikan di seantero Indonesia. Untuk cabang-cabang “gemuk” di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, misalnya, jumlah calon warga yang mengikuti pengesahan, dalam tiap tahunnya, mencapai seribu hingga dua ribu orang lebih. Belum lagi jika jumlah ini ditambah dengan calon warga di daerah lain yang terus bertambah, dengan total calon warga yang mengikuti prosesi pengesahan dalam bulan Suro, di setiap tahunnya, bisa mencapai puluhan hingga belasan ribu orang.
Jika uang mahar saat itu tidak ada perubahan, masih menggunakan uang logam kuno, kemana calon warga harus mencari? Jika harus diserahkan pengurus pusat, kemana pula mereka musti berburu? Membelinya dari kolektor, karena keberadaan uang logam kuno sekarang ini lebih banyak di tangan kolektor benda benda kuno? Jawaban ini barangkali bisa diterima. Namun, berapa banyak anggaran yang harus disediakan, mengingat harga uang logam kuno di tangan kolektor cukup tinggi? Untuk uang logam kuno Nederland Indie Tahun 1945 (benggol 2,1/2 cent), di tangan kolektor dibandrol hampir satu juta rupiah. Artinya, jika tetap menggunakan barang itu, berarti setiap calon warga, minimal harus menyediakan uang sebesar Rp 36 juta untuk pengadaan mahar uang logam kuno. Padahal, selain mahar, calon warga baru juga masih harus menyiapkan uba rampe selamatan lainnya, seperti ayam jago, kain mori untuk sabuk, baju sakral dan lain sebagainya.
Saat penulis disyahkan menjadi warga Tingkat I, tahun pengesahan 1981, uang mahar yang diberlakukan adalah uang logam Rp 100, sebanyak 36 keping. Waktu itu nilai rupiah masih cukup tinggi di mata dolar. Sekitar Rp 2.750,-. Sejalan dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar, kebijakan nilai mahar berubah lagi, dari yang awalnya Rp 100,- menjadi Rp 1000,- (nilai dolar tembus Rp 10.000 ke atas). Di masa-masa mendatang, boleh jadi, nilai nominal uang mahar Persudaraan Setia Hati Terate akan berubah lagi menyesuaikan, besar kecilnya daya beli nilai mata uang rupiah.
Menurut Mas Madji, penyerahan uang mahar dari cabang ke pusat, sebenarnya tidak harus uang logam yang dijadikan mahar dalam acara pengesahan. Agar efesien, bisa diganti dan ditranfer lewat bank, yang penting total nominalnya sama dengan jumlah calon warga yang mengikuti pengesahan. “Semua uang mahar masuk kas pusat. Itu hak pusat,” tegasnya.
Di era kepimpinan Mas Madji, sekalipun uang mahar murni hak pusat, cabang wajib menyetorkannya ke kas pusat, tapi dalam pelaksanaannya cukup fleksibel. Bagi cabang yang pada tahun berjalan membutuhkan biaya banyak untuk mendukung kegiatan, uang mahar tersebut bisa diminta kembali ke cabang. Syaratnya, mengajukan surat permohonan resmi dengan menunjukkan bukti-bukti akurat penggunaan dana.
Lebih ditegaskan lagi, sebenarnya besarnya nilai mahar yang harus diserahkan calon warga ke organisasi tidak harus sama dengan nominal yang tertulis pada sisi uang logam yang dijadikan syarat pengesahan. Bagi calon warga yang kaya raya, bisa saja ia memberi mahar lebih besar. Misalnya, satu keping logam diganti satu juta, hingga mahar yang diserahkan ke pusat nilai totalnya jadi tiga puluh enam juta. “Asal dia ikhlas membantu organisasi, gak apa apa itu,” jelas Mas Madji.
Dalam perkembangannya, uang mahar yang dikumpulkan sedikit demi sedikit oleh pengurus pusat, terbukti membuahkan manfaat cukup besar. Disamping bisa dijadikan sumber pembiayaan kegiatan organisasi, juga bisa untuk membeli sejumlah aset tak bergerak seperti membeli tanah, membangun padepokan dan lain sebagainya. Sebagian uang mahar yang didapat dari warga baru, terutama untuk warga baru pengesahan di Pusat Madiun, hingga saat ini masih disimpan di Padepokan Setia Hati Terate. Pengurus Pusat menyediakan ruangan khusus yang diperuntukkan “Gudang Uang Mahar”. Barang tersebut dikemas dalam karung, disusun bertumpuk tumpuk, hingga terlihat sebagai gunung uang mahar. Ingin lihat?
____________________
Komentar
Posting Komentar