Naik ke G Lawu Bukan Tirakat SH Terate

(Wawancara Dengan Mas Madji Bagian 1 Dari 7 Tulisan)

Prologe

Di tahun akhir kehidupan Kang Mas KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, beliau sering meminta penulis untuk melakukan wawancara. Jadwal, tempat dan tema wawancara tidak menentu. Beliau mengatakan sak dek sak nyet, spontanitas. Terkadang wawancara dilakukan dalam perjalanan, ketika beliau meminta saya menemani.Tidak jarang dilakukan di rumah beliau.Pun, dalam satu kali kesempatan, temanya bisa berubah-ubah. Penulis mencoba merangkainya, agar alur tema menyambung. Tulisan ini merupakan hasil wawancara penulis dengan beliau. Dalam beberapa tulisan di buku ini, penulis sengaja tidak melakukan editing dengan maksud agar pembaca bisa flash back, atau setidaknya bisa terbawa ke dalam alur psikologis, seakan-akan beliau masih hidup dan sekarang sedang berada di hadapan saudara.Dalam tuisan ini, kalimat yang dicetak miring dan berada dalam tanda kurung, itu murni dari penulis. Tujuannya untuk memperjelas maksud dari ungkapan Mas Madji, dan tentunya enak dibaca.

Ajaran SH Terate paling pokok adalah senam, jurus, pasangan, sambung. Itu (pelajaran lahiriyah yang) pokok. (Dari pokok-pokok ajaran lahiriyah ini kemudian muncul istilah pencak silat ajaran. Semua jurus SH Terate pada hakikatnya adalah jurus ajaran. Artinya jurus yang mengandung filosofi ajaran kehidupan). Di tengah itu (disela-sela pelajaran tersebut) diajari permainan toya, permainan kripen. Ora iso toyak, ora iso kripen, ora iso glati, (Tidak bisa toya, tidak bisa kripen, tidak bisa permainan senjata, seperti belati, pedang, caluk) ndak masalah (siswa yang sudah mendapatkan pelajaran senam, jurus, pasangan dan sambung, bisa disyahkan menjadi warga). Karena (kripen dan permaianan senjata) itu ajaran tambahan.

Kemudian pelajaran terakhir, latihan ousdower, peregangan, ousdower. Jadi yang di muka (jika pokok pelajaran lahiriyah seperti yang sudah dijelaskan di atas) sudah mampu, belakang ndak apa-apa (bisa ditoleransi, misalnya, karena keterbatasan waktu). Kalau ada waktu (di luar jadual waktu yang sudah diproyeksikan dalam program latihan) diajari. Baru (setelah itu) siswa diajari pendidikan rohani yang dikenal dengan ke-SH-an. Ya itu saja.

Saya berpesan, tolong segala sesuatu (segala laku tirakat) milik pribadi jangan dianggap ajaran SH Terate. Saya anak didik almarhum (Alm. RM. Imam Koesoepangat). Tidak pernah almarhum itu bicara bahwa inilah ajaran SH Terate (jika Mas Imam melakukan tirakat). Saya sering diajak tirakatan. Baik naik ke Gunung Lawu maupun ke pantai selatan. Tapi almarhum tidak pernah mengatakan, apa yang dilakukan itu ajaran SH Terate. Itu laku almarhum. Karena almarhum semasa hidupnya memang suka tirakat.

Kemudian soal acara naik ke puncak Gunung Lawu. Banyak saudara kita yang salah tafsir terhadap kegiatan ini. Mereka menganggap naik ke Puncak Gunung Lawu itu sebagai bagian dari ajaran kerokhanian SH Terate. Ada pula yang mengaitkan dengan ajaran klenik. Saya katakan, tujuannya bukan itu. Bukan. Itu milik pribadi yang ditularkan dari almarhum (Itu laku tirakat pribadi dan Mas Madji mendapatkannya dari Mas Imam).

Dalam perkembangannya, (naik ke Puncak Gunung Lawu) itu jadi kegiatan bagi calon Tingkat II yang akan disyahkan. Pertanyaannya, apakah prasyarat mau disyahkan ke Tingkat II, mesti naik ke Gunung Lawu? Sebetulnya tidak begitu. Saya dulu mau masuk ke tingkat II testingnya ngubengi (berlari mengitari) Kota Madiun. Waktunya dibatasi, paling lama 40 menit (waktunya dibatasi hanya 40 menit). Kemudian berkembang, orang mau (warga yang mau) masuk ketingkat II harus mampu berjalan dari Plaosan ke Sarangan. Kalau ke puncak Lawu ndak. Perkembangan selanjutnya dari Tawang Mangu ke puncak Lawu. Itu apa? (Sebenarnya tujuannya apa?). Hanya dites mentalnya. Calon tingkat II itu punya kemauan keras apa tidak.

(Dalam wawancara pada kesempatan terpisah, Mas Madji mengatakan, perubahan test mental dan pisik Calon Warga Tingkat II, dari berlari mengitari Kota Madiun dengan waktu 40 menit, berubah jadi jalan kaki dari Plaosan ke Sarangan, Magetan, kemudian dari Sarangan ke Tawangmangu, dilakukan karena pertimbangan kepadatan arus lalu lintas dan semakin banyaknya Calon Waga Tingkat II yang mau disyahkan.Kepadatan arus lalu lintas di kawasan tersebut sekarang cukup tinggi. Bahkan di hari hari libur, bisa macet total).

Kalau di SH Terate itu madhep karep, mantep, sakehing loro, gedhening pati wani nglakoni Gusti Allah gak sare (besar tekadnya dan berani menghadapi tantangan dan sabar menghadapi cobaan, Allah dzat yang tidak pernah tidur). Maksudnya, kalau kamu berpijak rebah alur sadedek sapengawe (instropeksi diri) sejak dari awal, tidak ada kamus tidak bisa. Jadi harus berupaya. Tidak mengenal putus asa. SH Terate tidak membuka mata, kadangnya melakukan puasa (tirakat). Itu urusan pribadi-pribadi. Silakan, tapi bukan urusan SH Terate (jangan mengatasnamakan SH Terate). Silakan kalau mau puasa. Misalnya puasa Senin-Kamis, seperti diajarkan Nabi Muhammad. Itu sunah Rasul untuk umat yang beragama Islam. Kemudian puasa setiap bulan Suro. Ada lagi puasa Rajab. Terus puasa Syawal.

(Dasar puasa sunah Senin Kamis sebagaimana hadtis yang diriwayatkan Abu Qatadah al-Anshari ra, ia berkata,” Rasulullah saw ditanya puasa pada hari Senin, maka beliau menjawab: “Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula aku diutus (menjadi rasul) atau diturunkan wahyu kepadaku.” (HR Muslim No.1162)

Hadits lain yang bisa dijadikan dasar puasa Senin Kamis adalah dari Abu Hurairah ra, ia berkata:”Segala amal perbuatan manusia diperlihatkan (di hadapan Allah) pada setiap hari Senin dan Kamis. Allah mengampuni setiap hambanya yang tidak mempersekutukanNya kecuali seorang hamba yang ada permusuhan di antara dia dan saudaranya. Allah berfirman: “Tangguhkanlah (pengampunan) keduanya hingga mereka berdamai.” (HR.Muslim No.2565)

Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika tiba di Madinah, Beliau mendapatkan mereka (orang Yahudi) malaksanakan shaum hari ‘Asyura (10 Muharam) dan mereka berkata; “Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Lalu Nabi Musa ‘Alaihissalam mempuasainya sebagai wujud syukur kepada Allah”. Maka Beliau bersabda: “Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka”. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummat Beliau untuk mempuasainya (HR. Bukhari).

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa pada hari ke-10 bulan Muharram atau 10 bulan Tishrei (bulan ketujuh dari kalender lunisolar Ibrani) merupakan peristiwa kemenangan Musa dan Bani Israel atas Fir’aun dan bala tentarannya.

Hadts lainnya, dari Aisyah RA, sesungguhnya orang-orang Quraisy dulu pada masa jahiliyah berpuasa pada hari Asyura. Rasulullah Saw pun memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu hingga turunnya perintah wajib puasa Ramadhan.

Rasulullah (setelah wajibnya puasa Ramadhan) berkata barang siapa menghendaki maka ia boleh berpuasa Asyura sedangkan yang tidak mau puasa maka tidak mengapa (HR. Bukhari dan Muslim).

Berkata Abu Dzar Al Ghiffary: “Rasulullah saw. menyuruh kepada kita untuk melakukan puasa setiap bulan tiga hari putih (bulan bersinar cemerlang) yakni di hari tanggal 13, 14 dan 15, dan beliau bersabda, puasa (tiga hari pada tiap bulan) itu seperti puasa setahun.” (HR. An Nasaiy dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Hadits puasa sunnah di bulan Rajab dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dari Sa'id bin Rasyid. Disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu neraka jahanam. Bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga . Dan apabila puasa 10 hari maka Allah akan mengabulkan semua permintaannya."

Sedangkan dasar sunah puasa di bulan Syawal, berdasar pada Hadits Rasulullah, “Siapa yang melakukan puasa Ramadan lantas ia ikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun penuh.” (HR Muslim, no 1164). Semua itu, saya tidak akan melarang. Karena baik (dan sesuai tuntunan syariah). Yang saya tidak sepakat adalah jika saudara melakukan puasa ini itu dan mengekspose, bahwa itu ajaran SH Terate. Tidak ada itu ajaran di SH Terate.

Kalau saya harus jujur, puasanya orang SH Terate adalah puasa batin. Itu dilakukan sepanjang hidup, sebagai upaya instropeksi diri. Belajar membersihkan hati. Biar hati kita bersih. Berkilat dan dicintai Tuhan Yang Maha Esa. (Bahwa sesungguhnya hakekat hidup itu berkembang menurut kodrat iramanya masing-masing menuju kesempurnaan, demikianpun kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang terutama, hendak menuju keabadian kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada, melalui tingkat ke tingkat. Namun tidak setiap insan menyadari bahwa apa yang dikejar-kejar itu telah tersimpan menyelinap di lubuk hati nuraninya – Mukadimah SH Terate).

Sebab, tujuan akhir ajaran di SH Terate adalah bersama-sama menyingkap tabir di mana Sang Mutiara Hidup bertahta. Bukan mengejar kesaktian dan adigang-adung adiguna. Tapi yang kita kejar, yang kita cari adalah ridlo Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Ini sesunggunya yang harus kita yakini. Sebab apa pun yang kita peroleh, jika itu ridlo Allah, kehendak atau pilihan Tuhan, pasti berakhir baik. Barokah. Kebahagiaan, ketentraman, dan kedamaian dalam hidup ini tak bisa menandingi ridlo dan barokah dari Tuhan Yang Maha Esa. (SETIA HATI sadar meyakini akan hakiki hayati itu dan akan mengajak serta para Warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani dimana "SANG MUTIARA HIDUP" bertahta – Mukadimah SH Terate).

__________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa dan Wasiat untuk Warga Baru SH Terate

Sekadar Syarat Bentuk Lahir

Menelaah Mukadimah SH Terate